Pembebasan Koruptor Alasan Corona Ibarat Merampok di Tengah Bencana
- VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi
VIVA – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengkirik tajam rencana Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laloly, yang akan membebaskan para koruptor dengan dalih untuk mencegah penularan Corona COVID-19 di lapas.
Rencana itu akan dilakukan dengan Merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Ketua Bidang Advokasi YLBHI Muhammad Isnur menilai rencana pembebasan napi koruptor yang digagas Yasonna, laiknya merampok di tengah kondisi bencana Corona.
"Ini semacam 'merampok di saat suasana bencana,' kira-kira gitu. Dia masuk, menyelinap di tengah kepentingan yang berbahaya," kata Isnur dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 2 April 2020.
Menurut Isnur, rencana tersebut bertentangan dengan landasan berfikir memberikan efek jera terhadap koruptor yang dibangun oleh UU.
Pertama, tindak pidana korupsi (tipikor) tergolong kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.
"Jadi sekarang seolah dihapus bahwa korupsi kejahatan yang biasa. Jadi, dia menyamakan maling ayam dengan maling uang negara, uang rakyat. itu yang bahaya," ujarnya
Kedua, rencana tersebut bertentangan dengan putusan uji materi yang dilayangkan oleh OC Kaligis, dan Surya Dharma Ali ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2017 silam.
"Oce Kaligis, SDA, pernah menguji Pasal 14 ayat (1) huruf i UU 65 tentang pemasyarakatan. Intinya mereka berpendapat bahwa, pembatasan remisi di PP itu diskriminatif, dan MK menyatakan itu bukan tindakan diskriminatif," kata Isnur.
Dengan demikian, kata Isnur, jika ada argumentasi pemerintah atau pejabat terkait yang menyebutkan PP ini diskriminatif, sama saja menyepelekan, melecehkan, dan tidak menghormati hukum.
"Dia tidak hargai keputusan MK. Ucapan itu juga inkonstitusional. Pemerintah harusnya tidak utak-atik lagi PP 99 tahun 2012," ujarnya.
Ketiga, rencana tersebut menampilkan kemunduran kinerja pemerintah dalam membangun bangsa. Seharusnya, kata dia, perubahan dapat dilakukan untuk memberi jera kepada pelaku korupsi.
"Kok ini semakin mundur, semakin ke arah kehancuran bangsa, ke arah failed state," Kata dia.
Isnur menyebut daya tampung lapas koruptor belum terjadi kelebihan seperti napi tindak pidana umum. Hal itu bisa terlihat merujuk kondisi Lapas Sukamiskin, Jawa Barat. Masih dimungkinkan social distancing di tengah wabah Corona.
"Jadi kalau kita lihat, napi koruptor di Lapas Sukamiskin, itu kan dapat kamar satu. Mereka di kamar terisolasi. Tidak seperti di Rutan Cipinang atau Salemba yang bahkan tidur pun enggak bisa gitu. Harus gantian tidur per empat jam," imbuh Isnur.
Baca juga: Muncul Petisi Bebaskan Siti Fadilah Demi Tangani Wabah Corona