Pesisir Indonesia Kian Terancam Tenggelam? Ini Bukti-buktinya
- bbc
Ancaman tenggelam akibat perubahan iklim tak hanya dihadapi oleh ibu kota Jakarta dan pesisir utara Jawa, namun juga puluhan juta warga lain yang tinggal di pesisir Indonesia, termasuk di Kalimantan Barat. Namun, banyak dari mereka belum menyadari ancaman ini.
Upaya Rapeah mengepel lantai kayu di rumahnya yang tergenang air tampak sia-sia. Banjir rob yang melanda sejak sehari sebelumnya belum kunjung surut, padahal hari sudah menjelang siang.
Genangan air yang tampang jernih membenamkan seluruh pekarangan dan sebagian lantai rumah yang terletak dua kilometer dari muara Sungai Kakap, Kubu Raya, Kalimantan Barat.
Barang berharga dan pakaian dikemas agar terhindar dari basah. Kaki meja, kursi dan lemari kayu dan perabotan rumahnya tampak lapuk, tergerus oleh banjir rob atau banjir laut yang belakangan menjadi langganan area tersebut.
"Bukan setahun dua tahun, kan bertahun-tahun yang begini, mana lah tak ada yang hancur. Walaupun dia barang yang kuat pasti hancur soalnya kena air terus," ujar perempuan berusia 76 tahun itu.
Tiap kali musim hujan yang berlangsung sejak November hingga Maret, rumah Rapeah selalu menjadi langganan banjir, atau acap dalam bahasa Melayu Pontianak.
Tiap malam, kala curah hujan tinggi, air pasang dari laut dan Sungai Kakap melanda area rumah, namun menyurut ketika pagi menjelang. Ada kalanya acap yang datang tak terbendung.
- Jakarta akan tenggelam: Sepuluh cara yang bisa Anda lakukan untuk mengatasi dampak perubahan iklim
- Pemanasan global saat ini `tidak tertandingi` dalam dua milenium terakhir
- Dilema ibu kota baru: Selamatkan Jakarta, korbankan Kalimantan?
Bahkan, banjir itu pernah hampir merenggut nyawa cucunya.
"Cucu saya ini pernah hampir meninggal. Waktu subuh, ayah dan ibunya belum bangun. Dia masih bayi dan tidur di pinggir tempat tidur. Tiba-tiba air banjir datang dan basahlah sebelah badannya," tutur Rapeah.
Meski rumahnya jadi langganan banjir laut, namun Rapiah masih enggan untuk pindah dari rumah yang ia tinggali sejak 1996 itu, meskipun anaknya menyarankan untuk menjual rumah dan pindah ke tempat lain.
Ia mengaku pasrah jika di tahun-tahun mendatang, ancaman banjir harus dia hadapi.
"Hati saya enggak mau rasanya mau pindah. Sayang rasanya, karena dekat masjid. Saya bilang, `[saya] sudah tua, tidak bisa ke mana-mana`."
Kendati begitu, dia mengaku tak khawatir jika suatu kali banjir rob yang menerjang akan lebih dahsyat dari apa yang sudah terjadi. Di benaknya, genangan air pasti akan surut lantaran air akan selalu mengalir ke laut.
"Ndak pernah saya bayangkan tu kalau penuh air rumah saya, ndak pernah. Tinggal pasrah aja saya seandainya air besar," paparnya.
Apa yang terjadi di Kubu Raya, menurut peneliti Geodesi dan Geomatika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas, adalah bukti banjir laut yang terjadi karena muka tanah turun dan muka air laut naik.
"Dan nanti ke depannya mungkin akan lebih buruk dari ini," cetusnya.
"Ketika lautnya lagi surut, mungkin ini lebih tinggi dari lautnya, tapi nanti suatu saat karena ini turun terus. Pada akhirnya ketika laut normal juga akan banjir dan bahkan akan permanen, akan tergenang terus," jelas Heri ketika ditemui di sela penelitiannya tentang penurunan muka tanah di Kubu Raya.
Ancaman tenggelam yang di depan mata, tidak hanya dihadapi oleh warga di pesisir Kalimantan Barat saja, melainkan hampir seluruh pesisir Indonesia, termasuk ibu kota Jakarta yang digadang-gadang sebagai kota paling cepat tenggelam di seluruh dunia.