Gempa Bangkalan Terasa Hingga Pangandaran, Ini Analisis BMKG
- TvOne/Irfan Beno
VIVA – Gempa dengan hiposenter dalam mengguncang Laut Jawa, tepatnya di Bangkalan, Madura, pada Kamis dini hari, 6 Februari 2020. Guncangan gempa ini juga dirasakan hingga ke Bali dan Pangandaran, Jawa Barat.
Berdasarkan hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan kalau gempa dalam ini memiliki magnitudo 6,3 dengan episenter terletak pada koordinat 6,43 Lintang Selatan dan 113,04 BT tepatnya di Laut Jawa pada jarak 76 km arah timur laut Bangkalan, Madura, Jawa Timur dengan kedalaman 641 km.
Spektrum guncangan gempa ini dilaporkan dirasakan di wilayah yang sangat luas, seperti Bangkalan, Trenggalek, Pacitan, Yogyakarta, Kebumen, Cilacap, Pangandaran, Kuta, dan Kuta Selatan dalam skala intensitas II-III MMI.
Beberapa warga yang sedang tidak tidur tentu merasa terkejut karena merasakan guncangan yang terjadi secara tiba-tiba. Hingga saat ini belum ada laporan dampak kerusakan yang ditimbulkan akibat gempa dan hasil pemodelan menunjukkan bahwa gempa ini tidak berpotensi tsunami.
Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dalam, akibat adanya deformasi slab Lempeng Indo-Australia di kedalaman lebih dari 600 km. Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini memiliki mekanisme pergerakan turun (normal fault).
Gempa dalam dengan hiposenter melebihi 300 km di Laut Jawa merupakan fenomena menarik karena jarang terjadi. Secara tektonik, zona Laut Jawa terletak di zona tumbukan lempeng yang memiliki keunikan tersendiri. Pasalnya, di zona tersebut, Lempeng Indo-Australia menunjam dengan lereng yang menukik curam ke bawah Lempeng Eurasia hingga di kedalaman sekitar 625 km.
Jika ditinjau dari kedalaman hiposenternya, gempa Laut Jawa ini terjadi karena dipengaruhi gaya tarikan slab lempeng ke arah bawah (slab-pull). Karenanya, sudah sangat tepat jika hasil analisis BMKG menunjukkan bahwa mekanisme sumber gempa ini berupa penyesaran turun.
Dalam peristiwa itu, gaya tarikan lempeng ke bawah tampak lebih dominan. Dominasi gaya tarik lempeng ke bawah itulah yang memicu terjadinya gempa "deep fokus" di Laut Jawa pagi dini hari tadi.
Di wilayah Indonesia gempa dengan hiposenter dalam banyak terjadi di Laut Jawa dan Laut Flores. BMKG mencatat sejak 2016 di wilayah ini paling tidak sudah terjadi lebih dari 7 kali gempa dalam.
Berikut datanya:
1. 24 Agustus 2016 magnitudo 6,1 berpusat di Laut Flores pada kedalaman 537 km.
2. 19 Oktober 2016 magnitudo 6,3 berpusat di Laut Jawa pada kedalaman 615 km.
3. 5 Desember 2016 magnitudo 6,1 berpusat di Laut Flores pada kedalaman 517 km.
4. 24 Oktober 2017 magnitudo 6,4 berpusat di Laut Flores-Banda pada kedalaman 557 km.
5. 23 Juni 2018 magnitudo 5,3 berpusat di Laut Jawa pada kedalaman 662 km.
6. 7 April 2019 magnitudo 6,3 berpusat di Laut Flores-Banda pada kedalaman 545 km.
7. 19 Oktober 2019 magnitudo 6,1 berpusat di Laut Jawa pada kedalaman 623 km.
Masih aktifnya deep focus earthquake di Laut Jawa dan Laut Flores merupakan bukti bahwa proses subduksicdalam di utara Pulau Jawa dan Kepulauan Sunda Kecil (NTB-NTT) hingga kini masih berlangsung.