Observasi WNI di Natuna, Menkes Dikritik hingga Minta Otonomi Khusus

Ketua DPRD Natuna Andes Putra
Sumber :
  • tvOne

VIVA – Sebanyak 238 warga negara Indonesia (WNI) dikarantina di Natuna, Kepulauan Riau. Mereka diobservasi di sana selama 14 hari sejak tiba dari Wuhan, China pada Minggu, 2 Februari 2020 lalu. 

Kepala BPIP Sebut Pancasila Bikin Setiap WNI Terlahir sebagai Calon Presiden

Keputusan pemerintah menjadikan Natuna sebagai tempat observasi WNI dari China itu mendapat penolakan masyarakat setempat. Wakil rakyat di Natuna pun ikut mengkritik pemerintah atas keputusannya tersebut.  

Dikutip dari VIVA, Ketua DPRD Natuna, Kepulauan Riau, Andes Putra menilai ketidakseriusan perwakilan pemerintah pusat di awal informasi pengiriman WNI untuk dikarantina di wilayahnya. Menurut Andes, pihaknya sejak Jumat, 31 Januari 2019 sudah mengontak pejabat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di Natuna. 

Gempa Dahsyat M 7,3 Vanuatu, Kemlu: Tidak Ada WNI Jadi Korban

Itu dilakukan lantaran masyarakat setempat mulai resah dan mendatangi kantor DPRD untuk mempertanyakan keselamatan mereka terkait dengan karantina ratusan WNI itu di Natuna.

"Rupanya pak Menteri Kesehatan datang. Sekitar jam 5 datang kami jemput di bandara. Datang jemput, mengklarifikasi informasi apakah benar infeksi tersebut," kata Andes dalam acara Indonesia Lawyers Club di tvOne, Selasa malam, 4 Februari 2020.

Gempa Dahsyat M 7,3 Vanuatu, Kemlu Terus Cari Info soal Kondisi WNI

Ketika Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto datang, masyarakat makin banyak dan melayangkan protes. Bahkan, mereka berencana menghadang kedatangan WNI ke wilayahnya. Menkes kala itu berjanji akan menyampaikan kepastian kedatangan WNI pada Jumat malam.

"Saya tunggu tidak hadir juga, rupanya beliau istirahat. Dan besok DPRD dikepung lagi. Di situ kami merasa posisi kami sangat terancam," kata dia.

Selama tiga hari, kata Andes, DPRD dan pemerintah daerah tidak mendapat kepastian dari pemerintah pusat. Dia mengaku sempat merasa kebingungan dengan kondisi masyarakat. Bahkan, diketahui beberapa warga akhirnya meninggalkan Natuna demi menyelamatkan diri.

"Mereka (warga) menuntut kesehatan, ketakutan yang sangat amat. Di situ juga perlunya informasi dari pemerintah kepada kami. Di situ kami merasa sedih pak," tuturnya.

Dia pun memandang bahwa Kementerian Kesehatan belum maksimal dalam menangani karantina dan observasi terhadap ratusan WNI dari Wuhan, China. Pasalnya, menurut Andes, kementerian enggak cuma menangani ratusan WNI yang dievakuasi dari China, tapi juga menjamin keselamatan warga Natuna yang merasa ketakutan WNI yang diobservasi itu bisa menyebarkan virus corona. Misalnya, membangun pos pelayanan.

Andes menuturkan bahwa Menkes Terawan tak banyak membantu sejak kedatangannya ke Natuna. Padahal mereka berharap, Menkes Terawan dan tim bisa memberikan jaminan bahwa WNI yang datang benar-benar sehat dan tidak terinfeksi virus, sehingga ratusan warga sempat mengepung kantor DPRD dengan tuntutan menolak kedatangan WNI dari China.

"Belum pernah sejarah pertama masyarakat kami demo besar- besaran," ujarnya.

Andes mengatakan, demo besar-besaran itu membuat munculnya anggapan bahwa masyarakat Natuna disebut anti-NKRI dan anti-Pancasila. Politikus PAN itu juga merasa kesal sempat dituding memprovokasi warga.

"Jika teman-teman kita dari Wuhan tidak terinfeksi selama 14 hari, ada saran dari teman-teman ingin mengajak teman-teman dari Wuhan jalan-jalan pak ke Natuna, jalan jalan ke tempat wisata tapi dengan status aman," tuturnya.

Daerah otonomi khusus

Sementara itu, tokoh masyarakat asal Natuna, Rodhial Huda berharap pemerintah pusat segera mengubah status Kabupaten Natuna menjadi otonomi khusus. Alasannya, karena adanya hambatan komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah tingkat II setara Kabupaten. Status otonomi daerah disebut hanya berlaku bagi daerah tingkat I atau setara Provinsi.

"(Maka) Jadikan natuna daerah khusus supaya mudah berhubungan dengan pemerintah pusat," ujar Rodhial.

Dia bilang, kesimpangsiuran informasi mengenai evakuasi WNI di wilayahnya memberi dampak luas. Ekonomi masyarakat mulai lesu. Itu terlihat dari pasar dan sejumlah pertokoan yang tutup.

Tak cuma itu, surat edaran Pemerintah Daerah terkait libur sekolah, yang kemudian dibatalkan Kementerian Dalam Negeri pun membuat sejumlah warga meninggalkan Natuna. Mayoritas warga takut karena WNI dari Wuhan memungkinkan membawa virus berbahaya tersebut ke wilayah mereka.

"Hari ini terjadi, info kacau balau, simpang siur, masyarakat gelisah," ujarnya.

Karena itu, menurutnya, otonomi khusus bagi Natuna bisa masuk dalam skala prioritas Presiden Jokowi. Menurutnya, Natuna juga memiliki potensi ekonomi, mulai dari pariwisata, migas hingga perikanan kerap diabaikan pemerintah pusat. 

"Jadi kita juga sebenarnya menyumbang hal banyak kepada bangsa ini. Supaya kita diperhatikan dengan baik," tandasnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya