Deretan Fakta Raja Keraton Kandang Wesi di Garut

Bagian dalam Keraton Kandang Wesi di Garut, Jawa Barat
Sumber :
  • VIVA/Diki Hidayat

VIVA – Beberapa hari ini, masyarakat disajikan berita tentang munculnya fenomena kerajaan, kesultanan, kekaisaran di sejumlah daerah. Kini, ada Keraton Kandang Wesi di Kampung Cimareme, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Perjalanan Sunda Empire Hingga Pengakuan Nyeleneh Para Tokohnya

Keraton Kandang Wesi ini dipimpin oleh seorang raja, yang disebut Guru Besar (GB) Nurseno SP Utomo. Ia mendirikan padepokan di Kampung Cimarema, Desa Tegal Gede, Kecamatan Pakenjeng, Garut pada 1998.

Berikut fakta munculnya Nurseno sebagai Raja Kandang Wesi seperti dikutip dari VIVAnews pada Senin, 27 Januari 2020.

Kaesang Pun Ikutan Bikin Sang Pisang Empire

Raja tanpa perangkat

Nurseno SP Utomo merupakan Guru Besar Padepokan Syahbandar Kari Madi (SKM) atau disebut Raja Keraton Kandang Wesi. Menurut dia, keraton ini tidak ada perangkat kerajaan lainnya.

5 Jus Ampuh Turunkan Berat Badan, Segar dan Mudah Dibuat di Rumah Lho!

"Gelar raja ini hanya bentuk pengakuan saja bagi saya, yang memang bisa melestarikan budaya Kandang Wesi," kata Nurseno.

Tahun 2015, Perkumpulan Sultan Raja Nusantara menganugeragkan Nurseno sebagai Raja Kandang Wesi. Ia aktif sebagai Ketua Persatuan Tenis Meja Seluruh Indonesia Kabupaten Garut, dan menjabat Ketua Harian di Komite Olahraga Nasional Indonesia Kabupaten Garut.

Istana keraton di lembah

Nurseno mengatakan, untuk menuju ke Keraton Kerajaan Kandang Wesi dari Kota Garut, membutuhkan waktu hingga empat jam. Pasalnya, posisi keraton ada di sebuah lembah pada ketinggian 350-400 meter di atas permukaan laut (mdpl). Tapi, pohonan yang rindang menjadikan lokasi tersebut asri.

"Kalau di sini, warga itu wajib memelihara pepohonan, jangan sampai dirusak," kata Nurseno.

Di pintu masuk keraton atau padepokan, kata dia, terdapat pos pengamanan dan pintu gerbang yang sederhana. Menurutnya, padepokan tersebut berdiri di dekat dengan situs Kerajaan Kandang Wesi berupa enog (telur) batu dan situs lainnya, pada areal tanah seluas 1,5 hektare milik GB (sapaan Nurseno).

"Situs itu awalnya berada di situs Dayeuh Luhur, saya pindahkan ke padepokan karena di sana beberapa kali hilang akibat tangan-tangan jahil," ujarnya.

Baca juga:

Dirut Transjakarta Terpidana Penipuan, Diduga Ada Maladministrasi

WNI Terjebak di Wuhan Putus Asa: Kita Cuma Tunggu Giliran Terinfeksi

Tak Ada WNI di California Selatan Terjangkit Virus Corona

Bantah sebar aliran sesat

Nurseno tidak mendeklarasikan diri sebagai raja dan menyebarkan aliran sesat. Menurut dia, gelar raja itu diberikan oleh Forum Silaturahmi Kesultanan.

Menurutnya, aktivitas yang dijalankan di Keraton Kandang Wesi adalah mengajarkan ilmu inti Syahbandar Kari Madi yang muridnya sudah jutaan orang. "Tidak benar kalau saya mendeklarasikan sebagai raja atau mengajarkan aliran sesat, saya hanya mengajarkan ilmu di Paguron," ujarnya.

Ia mengatakan, jurus inti Syahbandar Kari Madi yaitu jurus inti hidup, saat diserang musuh maka sang musuh yang akan celaka. "Ini ilmu serah diri kepada Allah SWT, ilmu yang mengambil kekuatan alam sebagai kekuatan untuk diri kita," katanya.

Warga tak persoalkan gelar raja

Kepala Desa Tegal Gede Kartika Ernawati menilai Nurseno memang warga yang cukup aktif dalam pelestarian budaya, terutama berkaitan dengan Kandang Wesi. Menurut dia, warga juga tak mempersoalkan gelar raja yang disandang Nurseno.

Karena, kata dia, Nurseno kesehariannya dianggap identik dengan ajaran para leluhur Kandang Wesi, yakni sikap welas asih terhadap sesama manusia, hewan maupun terhadap tumbuhan.

"Jadi saat ada yang memberi gelar raja, warga kami memang tak keberatan karena begitulah sikap para leluhur kami seperti yang dicerminkan GB," ujarnya.  

Menurut dia, Nurseno merupakan tokoh masyarakat yang kerap membantu warga maupun pemerintahan desa. Makanya, warga sangat menghormati Nurseno karena sikapnya yang baik dermawan, ramah dan rendah hati. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya