Wajah Sendu Sang 'Ratu' Keraton Agung Sejagat, Ternyata Ratu Bohongan
- YouTube Olids
VIVA – Ditangkapnya Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagat, Toto Santoso (42) dan Fanni Aminadia (41) mengungkap fakta baru. Ternyata Fanni bukanlah isteri dari Toto, tapi hanya tipu-tipuan saja yang tujuannya untuk meyakinkan anggota untuk percaya pada ‘suaminya’.
"Sang ratu ini bukan istri sungguhan dari tersangka Toto Susanto. Ia hanya menjadi istri di dalam keraton saja. Dia itu teman saat di Jakarta, kebetulan bertemu lagi di Jogjakarta," kata Kapolda Jawa Tengah Inspektur Jenderal Polisi Rycko Amelza Dahniel saat jumpa pers di Mapolda Jateng, Rabu, 15 Januari 2020 dilansir dari VIVAnews.
Setor uang hingga Rp30 juta
Menurut Rycko, peran sang ratu ialah meyakinkan para anggotanya dengan dalih raja Toto Susanto mendapatkan wangsit dari dayang Kerajaan Majapahit.
"Mereka juga menyertakan dokumen kartu-kartu United Nation palsu dan menceritakan wangsit yang dia terima. Sehingga sejumlah orang percaya dan mau membayar iuran ke Keraton Agung Sejagat itu," ujar Rycko.
Dalam praktiknya, para anggotanya yang bergabung harus menyetor uang pendaftaran. Uang pendaftaran dari anggota itu berkisar Rp3 juta sampai Rp30 juta.
Ditahan di Polda
Kedua pelaku saat ini ditahan di Mapolda Jateng guna diperiksa lebih lanjut. Mereka dijerat dengan Pasal 14 UU RI No 1 Tahun 1946 tentang menyiarkan berita bohong dan menerbitkan keonaran serta Pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Wajah sendu sang ‘ratu’.
Saat konferensi berjalan, wajah sang 'ratu' sesekali memandang 'raja'nya dengan wajah sendu. Ia pun tak bisa membendung air matanya ketika Irjen Rycko menjelaskan pada wartawan mengenai motif tipu daya Kraton Agung Sejagat terhadap masyarakat.
"Mereka berdua telah menyebarkan tipu daya soal sejarah dengan cara membuat kerajaan," kata Rycko. Mendengar penjelasan Rycko, 'ratu' pun hanya menggeleng seolah tidak percaya atas tindakannya tersebut. Sementara 'raja' hanya tertunduk lesu.
"Kami lihat dan temukan adanya motif menipu masyarakat dengan menarik dana dari masyarakat berupa iuran. Apalagi dokumen semua pelaku adalah palsu," jelas Kapolda.
"Kami sudah mendalami dengan tiga aspek, yakni aspek historis, yuridis hingga sosiologis masyarakat tentang keberadaan Keraton Agung Sejagat itu," sambung Rycko.
Pembohongan sejarah
Selain itu, lanjut Rycko, kedua pelaku juga telah mengaku melakukan kebohongan sejarah. "Kami dibantu dari ahli sejarah Universitas Diponegoro untuk mengkaji historis yang dibawa oleh Kraton agung sejagat," katanya.
Kedua pelaku saat dijerat dengan Pasal 14 UU RI No 1 Tahun 1946 tentang menyiarkan berita bohong dan menerbitkan keonaran serta Pasal 378 KUHP tentang penipuan.