Akui NKRI, Raja Keraton Agung Sejagat Pakai Kartu Diplomatik Bukan KTP

Totok Santosa dan Dyah Gitarja
Sumber :
  • Youtube Herypri Priyantono

VIVA – Warga Purworejo sempat dihebohkan munculnya Keraton Agung Sejagat (KAS) di Desa Pogung Jurutengah, Purworejo, Jawa Tengah. Tapi, pimpinan keraton mengakui keberadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Momen Lucu El Rumi Bolak-Balik karena Lupa Bawa KTP saat Pencoblosan Pilkada 2024

Sinuhun yang bernama asli Totok Santosa Kesultanan menjadi Kepala KAS, sedangkan istrinya Dyah Gitarja sebagai ratunya dan dipanggil Kanjeng. Lalu, bagaimana respons Totok dan Dyah terkait NKRI?

Akun Herypri Priyantono mengunggah video pandangan Totok dan Dyah terkait NKRI pada Senin, 13 Januari 2020 dengan judul 'Heboh.. Kerajaan Agung Sejagat (KAS) Purworejo bicara soal status dunia dibawah'.

KPU DKI Bakal Awasi Warga Non-KTP Jakarta agar Nggak Maksa Nyoblos

Menurut Totok, bentuk negara itu ada dua, yakni absolut atau memiliki kedaulatan. Yang pertama, itu dasarnya adalah prasasti sebagai bentuk daripada negara kerajaan.

"Itu diumumkan kepada dunia, perkara diakui atau tidak itu tidak masalah. Di Mahkamah Internasional atau hukum internasional, itu adalah sah," kata Totok.

5 Menit Aja! Cek KTP Anda Sudah Dipakai Pinjol Atau Belum Sekarang Juga

Totok mengatakan, bentuk negara berikutnya yang terbentuk dan terbangun setelah Perang Dunia II, yaitu mereka harus memiliki penduduk tetap, memiliki batas wilayah dan mereka harus diakui oleh tetangga.

"Itu yang terjadi dan sah semua di Mahkamah Internasional. Makanya, ketika terjadi persengketaan antar negara di batas wilayah, yang bekerja adalah dewan keamanan, selanjutnya diperkarakan di Mahkamah Internasional," ujarnya.

Mengakui NKRI

Totok mengakui keberadaan Indonesia, meski pun ia membentuk Keraton Agung Sejagat di Purworejo, Jawa Tengah. Sebab, ada pertanyaan bahwa Keraton Agung Sejagat saat ini berada di wilayah NKRI.

"Iya kita akui ada Indonesia, ada Amerika, ada Malaysia, semuanya ada," kata Totok.

Namun, Totok mengaku tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Indonesia. Akan tetapi, ia memakai international identity card atau kartu diplomatik.

"Saya tidak pakai KTP. Jadi yang dikeluarkan oleh KAS itu adalah kartu diplomatik atau international identity card," ujarnya.

Sementara Dyah mengaku pernah mendirikan salah satu organisasi massa nasional tahun 1999, yaitu Laskar Merah Putih. Saat itu, ia masih berusia 19 tahun.

"Kurang gerak apa kami terhadap Indonesia? Tapi, sejauh mana mempertahankan nusantara ini, cinta tanah air ini yaitu berjuang. Cara kita berbeda-beda, bukan berarti tidak mengakui," kata Dyah.

Baca juga:

Pamer Trotoar Baru Cikini, Warganet: Keren Pak Anies! 

Keluarga Besar ABRI Minta Usut Tuntas Skandal Dana Asabri

Raja tak boleh jabat pemerintahan

Dyah mengatakan, yang namanya raja tidak boleh doubel function, yakni sebagai pengurus pemerintahan. Menurut dia, silakan dibaca-baca dengan cermat atau tanyakan kepada ahli tata negara.

"Yang namanya raja, sebaiknya tidak merangkap sebagai pegawai pemerintahan atau struktural pemerintahan karena dia punya sistem struktur yang jadinya double," katanya.

Dyah pun tampak geram apabila apa yang dilakukannya ini dianggap salah atau menyimpang. Padahal, raja itu tidak boleh i menjadi pegawai struktural pemerintahan.

"Kita yang berprinsip disalahkan, yang tidak berprinsip dibiarkan. Hukum macam apa ini? Raja tidak boleh double function, dia tinggal menunjuk punggawanya untuk menjadi struktural pemerintahan," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya