Misteri Kakek Bersorban Putih Sebelum Tsunami Aceh Terjadi

Wisata Museum Tsunami Aceh
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA – Lima belas tahun yang lalu, pada tanggal 26 Desember pukul 08.58 WIB, gempa dan tsunami dahsyat menerjang Aceh. Bencana luar biasa itu mengakibatkan ratusan ribu jiwa menjadi korban.

TASPEN Salurkan Dukungan Untuk Korban Tsunami Aceh Lewat Program Pensiun Yatim Piatu

Bukan hanya itu saja, gempa dan tsunami Aceh juga berdampak ke beberapa negara tetangga seperti Sri Lanka, India dan Thailand. Meski telah 15 tahun berlalu dan masyarakat telah bangkit, namun tidak bisa dipungkiri bahwa memori betapa dahsyatnya gempa dan tsunami masih terngiang di ingatan masyarakat Aceh.

Hal ini juga dirasakan oleh Kepala Badan Penghubung Pemerintah Aceh, Almuniza Kamal. Dalam acara Run to Care Aceh SOS Children, pria 36 tahun itu menceritakan bagaimana dirinya yang saat itu menjadi korban bencana gempa dan tsunami.

Brigadir Jenderal Carla River Kenang Bantuan Militer AS untuk Aceh Pasca Tsunami 2004

Almuniza bercerita, ia sempat mendapat firasat sehari sebelum kejadian atau tepatnya pada 25 Desember. Al sapaannya yang kala itu berusia 21 tahun, mengaku dirinya berebut dengan adik perempuannya untuk bisa tidur di pangkuan sang ibu. Namun, karena posisinya sebagai kakak akhirnya dia mengalah pada sang adik untuk tidur dipangkuan ibunya.

“Pada malam Minggu itu ada film tentang meletusnya Gunung Merapi. Saya, adik saya dan ibu saya kala itu tengah menonton, saya dan adik saya rebutan tidur di pangkuan ibu, saya mengalah sebagai abang. Yang tidur adik saya dan besoknya ibu dan adik perempuan saya,” kata dia di Galeri Indonesia Kaya Grand Indonesia Jakarta.

Kisah Alman, Mantan TKI yang Hampir Mengalami Tsunami Aceh dan Bekerja di Arab Saudi Selama 20 Tahun

Bukan hanya itu saja, dirinya juga menceritakan pengalaman mengenai sebuah peringatan dari sesosok pria tua dengan sorban putih dan pakaian serba putih sebelum tsunami menyapu kota Aceh. Kala itu Al diketahui tengah berkunjung menjenguk seniornya yang tengah sakit. 

“Saat itu, saya jenguk sahabat saya, begitu perjalanan menuju rumah sahabat saya setelah membeli 2kg jeruk dan cokelat, kala itu gempa terasa sampai saya berhenti dari motor. Saya jalan lagi 10km ketika tiba di kampung satu orang kakek sorban putih naik becak motor,” kata dia.

Dia menjelaskan bahwa kakek bersorban putih tersebut berkeliling kampung sambil meneriakkan sebuah peringatan menggunakan bahasa Aceh. Namun, masyarakat yang mendengarkan hal itu tak menghiraukan omongan kakek tua itu.

Hai aneu aneu lun segera taubat hana trip le kiamat hana trip le kiamat hana trip le kiamat hana trip le (hei anak semua bertobatlah kalian semua nanti akan ada kiamat). Beliau hanya berkeliling di desa itu dan akhirnya menghilang sendiri. Tidak lama tsunami datang,” kata dia menirukan pesan kakek itu. 

Dia menggambarkan secara rinci bagaimana suasana kala tsunami menyapu Aceh. Ia juga menceritakan bagaimana dirinya bisa menyelamatkan diri. 

“Saat itu saya lihat langit begitu gelap sekali,? semua teriak air laut naik. Saya lari mau naik ke atas rumah tapi akhirnya saya menyelamatkan diri di rumah sebelah teman saya. Pada gelombang pertama saya terbawa air, terhempas dan terhimpit di antara pohon kelapa dan runtuhan kayu,” kata dia mengisahkan.

Setelah gelombang tsunami pertama datang, Al berada di atas pucuk pohon kelapa yang tinggi. Dari sana, ia melihat banyaknya mayat yang mengapung dan reruntuhan kayu lalu lalang. Saat di atas pucuk kelapa, dia sempat berpikir bisa selamat ketika tsunami kedua kembali menerjang.

Namun ternyata, pemikirannya itu meleset. Ketika gelombang tsunami kedua datang, tubuhnya kembali terseret ombak dan sempat terbawa ke dalam air. 

“Saya percaya enggak kena, ternyata pohon jatuh dan saya terhimpit, saya pasrah doa, ya Allah berikan saya umur untuk saya bertaubat izinkan saya. Saat itu tiba-tiba tergambarkan dalam memori perilaku negatif saya, tergambar dengan cepat dan jelas, saya berdoa minta ampun minta untuk diberikan waktu sedikit untuk bertaubat,” jelas dia.

Al melanjutkan, di saat dirinya sudah pasrah dan sudah tidak punya tenaga dia melihat keajaiban Tuhan. Tubuhnya bisa muncul ke permukaan dan bisa selamat. 

“Di saat tenaga enggak ada, saya keluar dari dasar muncul ke atas. Enggak lama muncul spring bed lewat, saya naik di ujung kasur itu ada ular, kalajengking, lipan, ada dia di pinggir saya terhempas ke pesisir laut,” lanjut dia.

Setelah tsunami reda dan air mulai surut, Al langsung menyelamatkan diri ke pengungsian. Mirisnya, ketika berjalan ke pengungsian ia sudah tidak menggunakan pakaian sehelai pun.

“Mayat-mayat yang terkena tsunami itu, maaf pakaiannya semua hilang, saya juga demikian ketika berjalan ke pengungsian, saya tidak memakai baju apapun. Sampai ketika tiba di pengungsian saya diberikan sarung,” kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya