Mengenal Dewan Pengawas KPK yang Dilantik di Depan Jokowi

Plt Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean
Sumber :
  • Antara/ Rosa Panggabean

VIVA – Presiden Joko Widodo telah menyaksikan pengambilan sumpah dan janji jabatan lima orang Anggota Dewan Pengawas KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) periode 2019-2023 di Istana Negara, Jakarta pada Jumat, 20 Desember 2019.

Top Trending: Najwa Shihab, Ramalan Jayabaya, Kuburan Tentara Israel

Pengangkatan Dewan Pengawas KPK ini berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 140/P/2019 tentang pengangkatan keanggotaan Dewan Pengawas KPK masa jabatan 2019-2023.

Presiden Jokowi menunjuk Tumpak Hatorangan Panggabean sebagai Ketua merangkap Anggota Dewan Pengawas KPK. Kemudian, empat orang lainnya sebagai anggota yakni Albertina Ho, Artidjo Alkostar, Harjono dan Syamsudin Haris.

Momen Najwa Shihab Diskusi dengan Artidjo Alkostar: Kenapa Koruptor Tidak Dihukum Mati?

Berikut profil kelima anggota Dewan Pengawas KPK periode 2019-2023:

Tumpak Hatorangan Panggabean

Integritas Firli Bahuri dan Komitmen Penegakan Hukum Irjen Karyoto

Ia lahir di Sanggau, Kalimantan Barat, 29 Juli 1943 (76 tahun). Tumpak adalah hakim, pengacara dan mantan Ketua KPK jilid I periode 2003-2007 menggantikan Antasari Azhar yang harus non aktif.

Tumpak menamatkan pendidikan bidang hukum di Universitas Tanjungpura, Pontianak. Setelah itu, beliau mengabdi kepada negara dengan berkarir di Kejaksaan Agung pada 1973.

Selama berkarier di Korps Adhyaksa, Tumpak pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pangkalan Bun (1991–1993), Asintel Kejati Sulawesi Tenggara (1993-1994), Kajari Dili (1994–1995).

Kemudian, Kasubdit Pengamanan Ideologi dan Politik Pada JAM Intelijen (1996–1997), Asintel Kejati DKI Jakarta (1997-1998), Wakajati Maluku (1998–1999), Kajati Maluku (1999-2000), Kajati Sulawesi Selatan (2000–2001), dan SESJAMPIDSUS (2001–2003).

Selain itu, ia pernah mendapatkan penghargaan Satya Lencana Karua Satya XX Tahun 1997 dan Satya Lencana Karya Satya XXX 2003 dan diusulkan oleh Jaksa Agung RI untuk bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi pada tahun 2003.

Harjono

Lahir di Nganjuk, 31 Maret 1948 (71 tahun), Harjono adalah mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Pada 2016, ia juga muncul kembali di hadapan Mahkamah Konstitusi sebagai ahli yang mendukung Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, dalam sidang uji materi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah mengenai pasal cuti bagi petahana di masa kampanye pilkada yang diajukan oleh Basuki.

Albertina Ho

Albertina lahir di Maluku Tenggara, Jumat 1 Januari 1960 (51 tahun). Albertina adalah seorang hakim karier wanita pada Peradilan Umum dibawah Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Albertina memulai karier hakim ketika diterima saat mendaftar CPNS calon hakim setelah lulus dari Fakultas Hukum UGM. Setelah lulus pendidikan calon hakim, Albertina bertugas di Pengadilan Negeri Yogyakarta (tahun 1986-1990).

Albertina Ho

Ia mulai dikenal publik ketika menjadi ketua majelis hakim yang menyidangkan kasus suap pegawai pajak Gayus Tambunan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Artidjo Alkostar

Lahir di Situbondo, Jawa Timur, 22 Mei 1948 (71 tahun), Artidjo adalah seorang ahli hukum Indonesia dan sebagai Hakim Agung. Saat ini, ia menjabat sebagai Ketua Muda Kamar Pidana Mahkamah Agung Indonesia.

Nama beliau terangkat saat memperberat vonis 4 tahun penjara menjadi 12 tahun kepada politikus Angelina Sondakh untuk kasus korupsi, serta vonis 10 bulan kepada dokter Ayu untuk kasus malapraktik.

Ia menamatkan pendidikan SMA di Asem Bagus, Situbondo. Kemudian, masuk kuliah Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta.

Syamsuddin Haris

Putra kelahiran Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 9 Oktober 1957,  Syamsuddin merupakan peneliti senior pada Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI. 

Profesor Riset bidang perkembangan politik Indonesia dan doktor ilmu politik yang juga menjabat Kepala Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI ini dilahirkan di Bima (NTB) pada 9 Oktober 1957. 

Direktur Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsuddin Haris.

Selain menjadi peneliti, lulusan FISIP Universitas Nasional (S-1) dan FISIP UI (S-2 dan S-3) ini mengajar pada Program Pasca-Sarjana Ilmu Politik pada FISIP Unas, dan Program Pasca-Sarjana Komunikasi pada FISIP UI.

Kemudian, ia juga aktif dalam organisasi profesi kalangan sarjana/ahli politik, yakni Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI). Syamsuddin merupakan Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat AIPI periode 2008-2011.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya