Pemilu 2019 Paling Mematikan dalam Sejarah Indonesia

Ilustrasi pencoblosan saat pemilu.
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin

VIVA –  Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 menjadi catatan sejarah pertama kali digelar secara serentak, yakni pemilu presiden dan pemilu legislatif. Pada Pemilu 2004, pemilihan presiden dan pemilihan legislatif dilakukan terpisah.

DPR Akan Kaji Usulan Pemilu Nasional dan Lokal tapi Tidak Sekarang

Tapi, Pemilu 2019 juga bakal dicatat dalam sejarah di Indonesia lantaran banyak petugas yang meninggal dunia, baik petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) hingga aparat keamanan.

Para petugas kelelahan mengingat pemilu diselenggarakan secara serentak mulai dari pemilu legislatif (DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota) serta Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden RI.

Pilpres 2024 Dinilai Mulai Geser Demokrasi RI Jadi Otokrasi Elektoral yang Mengkhawatirkan

Tidak main-main, jumlah petugas yang tewas sampai ratusan orang sekitar 554 orang, baik dari petugas KPU, Bawaslu maupun personel Polri. Data KPU, jumlah petugas KPPS yang meninggal sebanyak 440 orang dan petugas yang sakit 3.788 orang.

Nah, VIVA kembali merangkum berita-berita tentang tragedi yang memilukan dalam pesta demokrasi pada tahun 2019. Rangkuman ini pernah dipublikasi VIVA, kemudian ditulis sebagai catatan akhir tahun 2019 pada Rabu, 18 Desember 2019.

Sibuk Politik, 2024 Jadi Tahun yang Penuh Guncangan bagi Krisdayanti

Pemilu 2019 serentak sesuai putusan MK

Pada 2014, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) saat itu Hamdan Zoelva mengabulkan permohonan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak pada Kamis, 23 Januari 2014. Pemohon ingin pemilu digelar serentak, baik pemilihan presiden dan pemilihan legislatif tingkat pusat maupun daerah.

Gugatan terkait uji materi Undang-undang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden ke MK diajukan oleh pakar komunikasi politik, Effendi Gazali bersama rekan-rekan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pemilu Serentak pada Januari 2013.

Anggota KPPS mengecek surat suara saat sesi penghitungan suara Pemilu serentak 2019.

Salah satu alasan diajukan gugatan ini, pemohon menilai pemilihan presiden setelah pemilihan legislatif (DPR, DPD dan DPRD) itu pemborosan, dan dianggap bertentangan dengan Pasal 22E Ayat (1) UUD RI 1945. Seharusnya, dana itu digunakan untuk memenuhi hak konstitusional lain warga negara.

Selain itu, apabila pemilu presiden dan wakil presiden dilaksanakan secara serentak dengan pemilu legislatif maka pemilih akan menggunakan hak pilihnya secara cerdas dan efisien. Setelah tiga tahun diputuskan MK, maka keluar payung hukum bagi Pemilu Serentak, yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 21 Juli 2017, dan disahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 15 Agustus 2017.

Petugas KPPS meninggal

Jumlah petugas KPPS Pemilu 2019 yang dikabarkan meninggal dunia mencapai 554 orang, baik dari petugas KPU, Bawaslu maupun personel Polri. Tapi berdasarkan data KPU, jumlah petugas KPPS yang meninggal sebanyak 440 orang dan petugas yang sakit 3.788 orang.

Akhirnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan investigasi terkait meninggalnya ratusan petugas KPPS saat Pemilu 2019. Salah satunya, investigasi dilakukan di Tangerang, Banten.

Komisioner Komnas HAM Amirudin mengatakan, investigasi untuk memastikan apakah para korban meninggal akibat faktor kelelahan. Makanya, investigasi dilakukan juga di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat dan DKI Jakarta.

Petugas Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) memeriksa kelengkapan logistik Pemilu sebelum didistribusikan ke kelurahan di gudang logistik KPU Jakarta Pusat, GOR Tanah Abang, Jakarta

Adapun, proses investigasi dengan cara KPU mengumpulkan para keluarga dari petugas KPPS yang meninggal. Kemudian, mereka diwawancara secara tertutup oleh Komnas HAM kurang lebih 15 menit meliputi aktivitas korban sebelum meninggal dan gejala yang ditimbulkan saat meninggal.

Pemilu 2019 jadi pelajaran

Banyak petugas KPPS yang meninggal, Sandiaga Salahuddin Uno alias Sandi pun ikut bersuara. Sebab, ia salah satu kontestan pada Pemilu 2019. Menurut dia, pemilu kali ini paling mengenaskan karena banyak petugas yang tewas.

“Dari jumlah korban, dengan pahit kita harus terima kenyataan. Ini pemilu paling mematikan sepanjang sejarah Indonesia,” kata Sandi.

Oleh karena itu, Sandi mengatakan bahwa pemilu 2019 harus diambil pengalamannya untuk dilakukan evaluasi agar insiden tersebut tak terulang kembali pada pemilu selanjutnya.

“Pelajaran amat mahal buat bekal bagi penyelenggaraan pemilu di waktu mendatang,” ujarnya.

Baca juga:

7 Tokoh Nasional yang Kematiannya Paling Menggemparkan Tahun Ini

Deretan Kebijakan Jokowi Paling Kontroversial Sepanjang 2019?

Evaluasi pemilu serentak 2019

Banyak memakan korban saat pemilu serentak 2019, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan pemilihan umum tetap dilakukan secara serentak. Tapi, nanti pemilu serentak dibagi dalam dua jenis, yaitu pemilu lokal dan pemilu nasional.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan menyebut rekomendasi tersebut disampaikan kepada DPR dan pemerintah selaku pembuat regulasi sebagai hasil evaluasi pelaksanaan pemilu serentak 2019. Menurut dia, dasar rekomendasi ini karena pekerjaan petugas KPPS terlalu padat sehingga banyak yang wafat baik petugas maupun pengawas pada pemilu serentak 2019.

“Salah satu penyebab banyak korban penyelenggara KPPS atau Panwaslu, kepolisian yang meninggal itu antara lain karena volume pekerjaan yang tak sebanding kemampuan manusiawi,” ujarnya.

Maka dari itu, untuk mengurangi beban kerja yang berisiko pada kematian, perlu memisahkan dua pemilu tanpa menghilangkan asas keserentakan.

“Kalau kemudian serentak dalam pengertian lokal dan nasional digabung, salah satu evaluasi kita adalah beban pekerjaan penyelenggara pemilu terutama di KPPS. Itu tak rasional antara kemampuan manusiawi dengan beban pekerjaan," ucapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya