Penyebab Marak Ular Kobra hingga Intelijen Pun Dilibatkan
- instagram LIPI
VIVA – Warga di sejumlah wilayah diteror ular kobra. Ular tidak hanya meneror warga di pemukiman, tapi juga di sekolah hingga pasar.
Beberapa wilayah yang dihebohkan karena kasus ular kobra, yakni Depok, Jakarta, Klaten, Bekasi hingga ke Aceh Besar. Bahkan, di musim penghujan, Dinas Pemadaman dan Penyelamatan Kota Depok kebanjiran pengaduan terkait ular.
Selama sebulan terakhir, ada lebih dari 20 aduan soal kasus atau temuan ular. Jumlah itu meningkat dibanding bulan biasanya, yang cuma sekitar lima laporan.
Musim hujan waktu menetas telur ular
Peneliti reptil dari Pusat Penelitian Biologi LIPI Amir Hamidy menuturkan bahwa ada dua jenis ular kobra di Indonesia, yakni Kobra Sumatera atau Naja sumatrana yang terdapat di Sumatera dan Kalimantan serta kobra Jawa atau Naja sputarix yang terdistribusi di Jawa, Bali, Lombok, Komodo, Rinca, Sumbawa, dan Flores.
Dia menjelaskan bahwa ular kobra Jawa menghuni tipe habitat, seperti perbatasan hutan yang terbuka, savana, persawahan, dan pekarangan. Ular tersebut memiliki panjang rata-rata 1,3 meter hingga 1,8 meter.
Induk betina ular kobra Jawa sekali bertelur bisa menghasilkan 10-20 butir telur. Telur-telur tersebut akan menetas dalam rentang waktu tiga sampai empat bulan. Telur kobra diletakkan di lubang-lubang tanah atau di bawah serasah daun kering yang lembap. Awal musim penghujan merupakan waktu menetasnya telur ular dan fenomena ini wajar dan merupakan siklus alami.
Punya bisa berbahaya
Ular ini bisa menegakkan dan memipihkan lehernya, melengkung menyerupai sendok, apabila merasa terganggu atau merasa terancam oleh musuhnya. Ular ini juga punya kemampuan menyemprotkan bisa (venom). Bayi ular sekali pun punya venom yang berbahaya.
Intelijen dilibatkan
Untuk menangkap dan mengatasi teror ular kobra, warga dibantu TNI, Polri dan komunitas reptil. Namun tak cukup mereka, banyaknya kasus temuan ular ini membuat Wali Kota Depok Mohammad Idris melakukan kajian dan melibatkan komunitas intelijen daerah untuk mengungkap apakah kasus ular ini fenomena alam atau ada faktor lain.
"Saya pikir kalau faktornya adalah habitat mereka terganggu dengan bangunan yang ada, saya rasa harus kita kaji dulu," kata dia.
Itu lantaran berdasarkan pengalamannya di Arab Saudi, sempat terjadi kasus banyaknya ular dan saat ditelusuri ternyata bukan karena faktor alam. Yang terjadi, ternyata ada oknum yang sengaja menaruhnya untuk memprovokasi keadaan.
"Saya tidak menduga, kami sedang mangkaji faktornya apa, bersama dengan pihak Damkar, polisi, Kominda (komunitas intelijen daerah)," ujarnya.