Dasar Pemberian Grasi Jokowi ke Annas Maamun Dipertanyakan

Presiden Jokowi.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberikan pengurangan masa hukuman atau grasi kepada mantan Gubernur Riau, Annas Maamun, narapidana kasus korupsi terkait alih fungsi hutan di Riau.

Jokowi mengurangi masa hukuman Annas Maamun selama 1 tahun dari semula pidana penjara 7 tahun jadi 6 tahun. Dengan grasi ini, Annas akan bebas pada 3 Oktober 2020 dari semula 3 Oktober 2021.

Grasi diberikan sesuai dengan yang tertuang dalam Keputusan Presiden nomor: 23/G tahun 2019 tentang Pemberian Grasi, ditetapkan pada 25 Oktober 2019?.

?"Bahwa memang benar terpidana H. ANNAS MAAMUN mendapat grasi dari Presiden," kata Kapala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan Kemenkumham, Ade Kusmanto saat dikonfirmasi, Selasa, 26 November 2019.

Dalam persidangan, Annas terbukti bersalah dan dihukum 7 tahun penjara pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Hukuman bertambah 1 tahun dari vonis Pengadilan Tipikor Bandung.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung merespons pemberian grasi Presiden Jokowi pada Annas Maamun. KPK sudah menerima surat dari Lapas Sukamiskin terkait hal ini. KPK akan mempelajari surat yang dikirim oleh Lapas Sukamiskin.

KPK menghargai kewenangan Presiden memberikan grasi atau pengurangan hukuman. Eksekusi dan pelaksanaan Kepres akan dilakukan.  

Meski begitu, KPK merasa sangat kaget karena keputusan Presiden Jokowi itu. Perkara Annas dianggap cukup kompleks dan penanganannya relatif panjang. Dilakukan OTT September 2014, dan  putusan inkrach pada Februari 2016.

"Bahkan kasus korupsi yang dilakukan ybs terkait dengan sektor kehutanan, yaitu: suap untuk perubahan kawasan bukan hutan untuk kebutuhan perkebunan sawit saat itu," kata Juru bicara KPK Febri Diansyah.

Profil Ibnu Basuki Widodo, Hakim yang Kini Jadi Pimpinan KPK

Terkait polemik atas grasi Presiden Jokowi, Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rahman, tidak bersedia menjawab. Soal ini diminta ditanyakan ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly. Padahal grasi ini menimbulkan pertanyaan terutama dari aktivis anti-korupsi, yang mempersoalkan komitmen pemerintah memberantas korupsi.

"Mohon ditanyakan dulu ke Menkumham," kata Fadjroel.

Kiprah Johanis Tanak Kembali Terpilih Jadi Pimpinan KPK, Ingin OTT Dihapus

Annas Maamun adalah terpidana kasus korupsi di sektor kehutanan. Terdapat dua persoalan utama mengenai perkara Annas Maamun, yakni tindak pidana korupsi dan lingkungan hidup.
 
Annas didakwa kumulatif yakni menerima suap USD166.100 dari Gulat Medali Emas Manurung dan Edison Marudut terkait kepentingan memasukan areal kebun sawit dengan total luas 2.522 Hektar di 3 Kabupaten dengan perubahan luas bukan kawasan hutan di Provinsi Riau, menerima suap Rp500 juta dari Edison Marudut.

Suap diberikan melalui Gulat Medali Emas Manurung terkait dengan pengerjaan proyek untuk kepentingan perusahaan Edison Marudut di lingkungan Provinsi Riau.

Fitroh Rohcahyanto, Jaksa Eks Direktur Penuntutan Kini Jadi Pimpinan KPK

Kemudian menerima suap Rp3 Miliar dari janji Rp 8 Miliar dari pemilik PT Darmex Group atau Duta Palma Group Surya Darmadi melalui Legal Manager PT Duta Palma Group, Suheri Terta untuk kepentingan memasukan lahan milik sejumlah anak perusahaan PT Darmex Argo yang bergerak dalam usaha perkebunan kelapa sawit, dalam revisi usulan perubahan luas kawasan bukan hutan di Provinsi Riau.

KPK mengingatkan, korupsi di sektor kehutanan tak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga telah merusak lingkungan hidup yang seharusnya dijaga dan dilestarikan demi generasi mendatang.

Sidang kasus korupsi tata niaga timah di Pengadilan Tipikor Jakarta

Metode Perhitungan Kerugian Negara di Kasus Korupsi Timah Jadi Sorotan

Akurasi perhitungan kerugian negara sebesar Rp 271 triliun yang diungkap Guru Besar dan ahli lingkungan IPB, Bambang Hero Saharjo terkait dugaan korupsi timah diragukan.

img_title
VIVA.co.id
23 November 2024