4 Kontroversi Sukmawati dari Ijazah Palsu hingga Pernyataan soal Nabi
- ANTARA Foto/Meli Pratiwi
VIVA – Putri mantan Presiden Soekarno (Bung Karno), Diah Mutiara Sukmawati Sukarnoputri alias Sukmawati kembali menjadi perbincangan publik karena pernyataannya yang menimbulkan kontroversi. Bahkan berujung pada laporan polisi.
Sukmawati dilaporkan ke polisi bukan kali ini saja, tapi pada tahun 2018 lalu juga pernah dipolisikan. Lagi-lagi, Sukma dilaporkan terkait kasus yang sama, yakni dugaan penistaan agama atau disangkakan Pasal 156a KUHP. Sebelum dua kasus ini, ada kasus lain yang melibatkannya dengan polisi.
Ijazah palsu
Pada 4 November 2008 lalu, Sukmawati yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PNI Marhaenisme pernah dilaporkan ke Bareksrim Polri oleh Bawaslu atas dugaan penggunaan ijazah palsu.
Dia diduga memalsukan ijazah SMA 3 Jakarta untuk mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg). Padahal empat tahun sebelumnya, dia sempat menggunakan ijazah SMA 22 Jakarta saat mendaftar sebagai caleg. Namun Kepala Bareskrim saat itu, Komjen Polisi Susno Duadji menghentikan penyidikan atas laporan tersebut. Alasannya karena kurang bukti.
Melaporkan Rizieq Shibab
Sementara pada Oktober 2016 lalu, Sukmawati melaporkan pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shibah ke Bareskrim Polri terkait penistaan Pancasila. Sukmawati melaporkan Rizieq atas pernyataannya yang menyebut bahwa 'Pancasila Soekarno Ketuhanan ada di pantat, sedangkan Pancasila Piagam Jakarta Ketuhanan ada di kepala'.
Menurutnya, pernyataan yang dikeluarkan Rizieq saat Tablig Akbar FPI pada saat itu tidak santun, kasar dan tidak terhormat. Apalagi sebagai pimpinan organisasi masyarakat, menurut dia, Rizieq tak pantas mengucapkan hal tersebut karena bisa memberi dampak buruk kepada generasi muda.
Sukmawati pun melaporkan Rizieq dengan sangkaan melanggar Pasal 154a KUHP tentang Penondaan Lambang Negara. Sementara bareskrim Polri melimpahkan kasus tersebut ke Polda Jawa Barat. Pada Mei 2018, kasus tersebut diberhentikan oleh Polda Jawa Barat.
Kontroversi Puisi Ibu Indonesia
Mungkin masih ingat dengan puisi yang dibaca Sukma menuai kontroversi. Ia membaca puisi saat acara 29 Tahun Anne Avantie Berkarya di Indonesia Fashion Week 2018. Nah, puisi yang dibaca Sukma itu berjudul ‘Ibu Indonesia’.
Berdasarkan data yang dihimpun, puisi tersebut dipersoalkan ketika video beredar di dunia maya karena dianggap menghina agama Islam. Sebab, Sukma menyebut kata azan dan cadar serta kalimat syariat Islam.
Dalam klarifikasi yang dibacakan, Sukma membantah ada muatan SARA dalam puisi tersebut. Menurutnya, bait puisi yang disampaikan merupakan realita yang terjadi di Indonesia, bukan karangan.
"Saya budayawati, saya menyelami bagaimana pikiran dari rakyat di beberapa daerah yang memang tidak mengerti syariat Islam seperti di Indonesia Timur, di Bali dan daerah lain," kata Sukmawati dalam klarifikasi yang dibacakan di 'Apa Kabar Indonesia Pagi' tvOne, Selasa, 3 April 2018.
Sukma berdalih bait dalam puisinya yang menyinggung kidung Ibu Indonesia lebih merdu dari alunan azan, merupakan sebuah ekspresi kejujuran dari apa yang pernah dia alami sendiri.Sukma pun dilaporkan ke polisi meski sudah memberi klarifikasi terkait puisi yang dibacanya itu. Laporan dilayangkan oleh pengacara bernama Denny Andrian pada 2 April 2018, Nomor LP/1782/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimum.
Denny melaporkan Sukma atas dugaan Penistaan Agama sebagaimana diatur dalam Pasal 156a KUHP dan/atau Pasal 16 UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi Ras dan Etnis. Selanjutnya, Sukma juga dilaporkan oleh Ketua DPP Partai Hanura Amron Asyhari dengan Nomor Laporan Polisi LP/1785/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimum, tertanggal 3 April 218 dengan dugaan Penistaan Agama sebagaimana diatur dalam Pasal 156a KUHP.
Selain itu, Sukma juga dilaporkan ke Bareskrim Polri di antaranya Persaudaraan Alumni 212 juga melaporkan Sukma ke Bareskrim dengan nomor LP/455/IV/2018 tertanggal 4 April 2018 dan LBH Bang Japar oleh Indra Linggawastu melapor ke Bareskrim dengan Nomor LP7460/IV/2018. Mereka semua itu melaporkan Sukmawati dengan sangkaan yang sama, yakni Pasal 156 dan Pasal 156 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penodaan Agama.
Sosok berjasa Kemerdekaan RI, Nabi Muhammad atau Ir. Soekarno?
Sukmawati menjadi salah satu pembicara dalam acara diskusi dengan tema 'Bangkitkan Nasionalisme Bersama Kita Tangkap Radikalisme dan Berantas Terorisme' pada Senin, 11 November 2019. Saat itu, dia sempat bertanya kepada peserta mengenai sosok yang berjasa merebut kemerdekaan Indonesia.
"Yang berjuang di abad 20 itu, nabi yang mulia Muhammad atau Insinyur Soekarno untuk kemerdekaan Indonesia?" tanya Sukma.
Ketika dikonfirmasi perihal itu, Sukma mengaku tak punya maksud untuk membandingkan ayahnya dengan Nabi Muhammad. Tujuannya bertanya soal itu ingin mengetahui apakah generasi muda paham dengan sejarah Indonesia atau tidak.
"Iya bertanya, saya ingin tahu jawabannya seperti apa, fakta sejarahnya, pada ngerti enggak sejarah Indonesia? Terus dijawab mahasiswa itu Insinyur Soekarno. Saya hanya bertanya, menurut fakta sejarah di abad 20 di mana pastinya kan nabi sudah tidak ada," ujarnya kepada VIVA.
Ternyata, masyarakat pun bereaksi melaporkan Sukmawati ke polisi. Laporan di antaranya dilakukan oleh Koordinator Laporan Bela Islam (Korlabi) pada Jumat, 15 November 2019.
Sukma dilaporkan oleh Ratih Puspa Nusanti dengan Nomor LP/7393/XI/2019/PMJ/Ditreskrimum dan disangkakan Pasal 156a KUHP soal penistaan agama. Sukma dilaporkan terkait pernyataannya yang membandingkan Soekarno dengan Nabi Muhammad.
Selanjutnya, Sukma kembali dilaporkan ke Mapolda Metro Jaya oleh seorang bernama Irvan Noviandana dengan tuduhan yang sama, yakni penodaan agama pada Senin, 18 November 2019. Menurut dia, Sukma tak pantas membandingkan Soekarno dengan Nabi Muhammad.
Sukma dilaporkan berdasarkan Nomor Laporan Polisi LP/7456/XI/2019/PMJ/Dit.Reskrimum dengan sangkaan Pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang Penistaan Agama. "Saya sebagai seorang Muslim, merasa Nabi saya, junjungan saya, yang mengenalkan saya kepada Allah, itu direndahkan," kata dia.