KPK Temukan 89 Persen Penerima Bansos di Papua Tak Sesuai Data

Gedung KPK. (istimewa)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan sekitar 89 persen atau data penduduk Papua penerima bantuan sosial tak sesuai dengan data nomor induk kependudukan (NIK) pada Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Ini bisa merugikan keuangan negara. 

Diperiksa KPK, Karna Suswandi Dicecar soal Dugaan Korupsi Dana PEN di Situbondo

"KPK menemukan bahwa 89 persen atau sekitar 1,5 juta data penduduk Papua penerima bantuan sosial dari total sekitar 1,69 juta tidak sesuai dengan data nomor induk kependudukan," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa 12 November 2019.

?Hal itu terungkap saat pihak KPK melalukan kegiatan monitoring evaluasi (monev) selama sepekan terakhir di Provinsi Papua bersama seluruh kepala daerah di Provinsi Papua.  Dalam rapat koordinasi bersama seluruh stakeholder di Papua, KPK membahas pembenahan basis data di Papua.

KPK Sebut Perpanjangan Masa Pencekalan Harun Masiku Tak Diperlukan

"KPK mendorong seluruh kepala daerah di lingkungan Provinsi Papua untuk melakukan pembenahan basis data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) atau data penerima bantuan sosial se-provinsi Papua," kata Febri dilansir dari VIVAnews. ?

Pada kesempatan itu juga dilakukan penandatanganan komitmen dan rencana aksi pembenahan DTKS oleh seluruh kepala daerah di Provinsi Papua. 

Yasonna: Penyidik KPK Tidak Tanya Soal Keberadaan Harun Masiku

KPK juga merekomendasikan agar jajaran pemprov, pemkab, dan pemkot se-Papua agar serius membangun sistem informasi dan database orang asli Papua (OAP). 

"Harapannya, dengan data terpadu peningkatan kesejahteraan OAP dari tahun ke tahun dapat diukur. Dari 30 pemerintah daerah di Provinsi Papua, baru 3 kabupaten/kota yang telah melakukan finalisasi data terpadu, yakni Kabupaten Merauke, Jayawijaya, dan Keerom," tutur Febri. 

Selain membahas pembenahan DTKS, KPK juga terus mendorong Pemda di Papua bekerja sama dengan BPN dan Kejaksaan untuk perkuat dan mengoperasionalkan penertiban dan pengamanan aset.?

?"KPK menemukan masih banyak aset milik pemda yang dikuasai secara tidak sah oleh pihak lain," ujar Febri. 

Hingga saat ini, KPK mencatat sekurangnya total Rp 21 Miliar aset pemda se-provinsi Papua telah diselamatkan.

Aset tersebut di antaranya berupa 3 bidang tanah/bangunan senilai Rp1,45 Miliar dan 42 kendaraan dinas (randis) senilai Rp7,4 Miliar milik Pemkot Jayapura, 17 unit randis milik Pemkab Jayapura senilai Rp3,7 Miliar.

Kemudian 14 unit randis milik Pemkab Biak Numfor senilai Rp2,8 Miliar, 2 unit randis milik Pemkab Boven Digoel senilai Rp2,2 Miliar, 6 unit randis milik Pemkab Intan Jaya senilai Rp1,76 Miliar, 11 unit randis milik Pemkab Asmat senilai Rp1,3 Miliar, dan 2 unit randis milik Pemkab Puncak Jaya senilai Rp636 juta. 

Di samping itu, KPK meminta kepada Pemkab Yalimo, Pemkab Supiori dan sejumlah pemda lainnya untuk menyerahkan data nilai aset yang masih dalam penguasaan pihak lain.

Febri berharap aset-aset yang bermasalah ini dapat diselesaikan melalui prosedur perdata dan tata usaha negara (Datun) dengan penyerahan surat kuasa khusus (SKK) dari kepala daerah kepada kepala Kejaksaan. 

"Kejaksaan selanjutnya akan menjadi jaksa pengacara negara (JPN) bagi Pemda untuk melakukan pengamanan dan penyelamatan aset pemda," ujarnya. 

?Sementara, kerja sama dengan BPN terkait upaya mendorong akselerasi sertifikasi aset tanah atau bangunan milik Pemda. Dari data yang disampaikan, baru 49 persen yakni 2.242 yang telah bersertifikat dari sekitar total 4.568 bidang tanah milik pemda. ?

"KPK menilai data ini baru sebagian yang dilaporkan, diduga masih lebih banyak bidang tanah milik pemda yang belum bersertifikat," ujarnya..

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya