Peringati Hari Kesehatan Nasional, Stunting Masih Menghantui Indonesia
- VIVA/Aiz Budhi
VIVA – Setiap 12 November diperingati sebagai Hari Kesehatan Nasional. Perayaan ini dilatarbelakangi oleh kejadian malaria yang melanda Indonesia pada 1950-an.
Kala itu, ratusan ribu jiwa terenggut. Pemerintah berupaya melakukan pemberantasan malaria atau malaria eradication di seluruh Tanah Air.
Pada 1959, dibentuklah Dinas Pembasmian Malaria, lalu berubah menjadi Komando Operasi Pemberantasan Malaria (Kopem) di Januari 1963.
Lantas, apa pekerjaan rumah (PR) yang belum usai di dunia kesehatan? Mantan Menteri Kesehatan Nila F Moeloek menjelaskan, salah satunya adalah kesadaran masyarakat akan kesehatan.
Hal ini lantaran tingkat kesadaran masyarakat di Indonesia terbilang rendah, atau kurang dari 20 persen dari total penduduk yang berjumlah 270 juta jiwa.
“Dari pendataan yang kami buat, indeks keluarga sehat kita hanya 18 persen," kata dia di Jakarta, Selasa 12 November 2019.
Bukan hanya itu. Nila menyebut perlu juga kesadaran masyarakat untuk mengubah perilaku. Mengingat perilaku masyarakat memiliki peranan penting dalam kesehatan mereka.
"Backup kesehatan itu hanya 20-30 persen. Genetik ada 10 persen. Sekarang bagaimana mengubah perilaku karena kesehatan bermuara di hilir,” tuturnya.
Selain itu, yang juga menjadi PR adalah mengentaskan masalah stunting, yaitu sebuah kondisi gagal tumbuh akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek untuk seusianya.
Nila mengakui stunting menjadi masalah yang serius di kemudian hari. Hal ini lantaran stunting dapat menurunkan kekebalan tubuh, berpengaruh pada kemampuan kognitif anak, hingga berisiko munculnya penyakit tidak menular seperti diabetes, penyakit jantung dan pembuluh darah.
“Tahun 2013, stunting hanya 37,2 persen. Artinya, 4 dari 10 anak IQ-nya rendah. WHO minta di bawah 20 persen, berarti kita bukan punya aset tapi beban bangsa,” kata Nila.
Selain kesadaran kesehatan dan stunting, ketersediaan air bersih dan toilet yang layak juga harus menjadi perhatian ke depan.