Bongkar Hoax dan Hate Speech, Polri: Kami Sulit Minta Data ke Facebook
- vstory
VIVA – Informasi palsu (hoax) dan ujaran kebencian (hate speech) menghiasai jagat media sosial ketika pemilihan umum (pemilu) legislatif dan presiden serta wakil presiden 2019.
Kepolisian Negara Republik Indonesia mengaku kesulitan dalam mengungkap siapa di balik penyebar hoax dan hate speech di media sosial. Salah satunya meminta data ke Facebook.
"Kami mengalami banyak hambatan. Mereka (Facebook) bertanya dasarnya apa polisi minta data? Kita jawab kalau target ini melakukan tindak pidana hoax dan hate speech," kata Kasubdit III Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Mabes Polri, Kurniadi, di Jakarta, Selasa, 29 Oktober 2019.
Lebih lanjut ia menceritakan bahwa terdapat perbedaan pandangan. Satu sisi, Facebook berpandangan bahwa tindakan itu merupakan kebebasan berpendapat dan tidak ada pelanggaran hukum.
Sedangkan, sisi lain, tindakan tersebut masuk pelanggaran UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia. Karena itu, untuk ke depannya, lanjut Kurniadi, Polri akan menggunakan pendekatan personal ke platform-platform.
"Kita mau menggunakan pendekatan personal ke platform seperti Facebook atau Twitter. Baik pusat maupun Asia Pasifik," jelasnya.
Kurniadi menjelaskan, sebelum Pemilu 2019 di Indonesia sudah banyak beredar propaganda ala Rusia. Hal ini membuat penyidik Polri harus terus menghubungi Facebook supaya memberikan data-data yang dibutuhkan.
"Ke depan, untuk mengungkap kasus yang sama berbagai stakeholder harus turun tangan. Seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Siber dan Sandi Negara. Karena ini masalah yang berhubungan dengan kepentingan nasional," ungkap Kurniadi.