'Bahayanya' Kalau Sampai Prabowo Gabung dengan Jokowi
- ANTARA Foto/Wahyu Putro
VIVA – Gelagat pimpinan partai oposisi, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bakal merapat ke kubu Presiden Joko Widodo santer terdengar. Jokowi pun sudah mengundang Prabowo secara empat mata di Istana, Jakarta, Jumat, 11 Oktober 2019. Pada pertemuan itu, keduanya kelihatan hangat dan 'mesra' meski sebelumnya sempat bertarung sengit di Pilpres 2019 lalu.
Pertemuan tertutup itu berlangsung sekitar 40 menit. Jokowi mengakui, masalah koalisi jadi perbincangan. Saat Pilpres, memang Prabowo dengan Gerindra adalah pesaing, tapi setelah Pemilu usai, Jokowi pengin merangkul partai berlambang kepala Garuda tersebut dalam kabinet barunya.
Meski begitu, keputusan tersebut belum pasti. "Tapi ini belum, urusan satu ini belum final, mengenai kemungkinan Partai Gerindra masuk ke koalisi kita," kata Jokowi usai pertemuan, Jumat 11 Oktober 2019, dikutip dari VIVAnews.
Tanggapan Prabowo
Pada kesempatan yang sama, Prabowo menegaskan komitmennya dan Gerindra dalam menjaga persatuan pasca Pilpres 2019, demi kepentingan nasional dan Indonesia yang lebih sejahtera. Prabowo pun menyambut baik niatan Jokowi untuk menggandeng Gerindra dan memberi tempat kadernya di kabinet 2019-2024.
"Kita bertarung secara politik. Begitu selesai, kepentingan nasional yang utama. Saya berpendapat kita harus bersatu. Jadi saya sampaikan ke beliau apabila kami diperlukan, kami siap untuk membantu," kata Prabowo. Ia pun menjanjikan kalau memang diperlukan, akan siap membantu dan memberi gagasan yang optimis kalau Indonesia bisa tumbuh double digit dan bangkit cepat.
Tapi kalaupun enggak jadi masuk dalam kabinet, Prabowo menegaskan Gerindra bakal tetap loyal dan jadi penyeimbang. "Kami akan check and balances, menjadi penyeimbang. Kami akan tetap merah putih," ujar Prabowo.
Prabowo juga memastikan akan datang ke pelantikan Presiden dan Wakil Presiden pada 20 Oktober mendatang. "Kalau diundang ke pelantikan harus hadir. Sebagai bangsa, kita harus bersatu. Kalau ada kekurangan akan kita selesaikan dalam ruangan," ucapnya.
Pendapat pengamat
Kalau Prabowo dan Jokowi optimis dengan persatuan mereka, maka pendapat berbeda disampaikan oleh pengamat politik Dedi Kurnia. Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) itu berpendapat, jika Prabowo bergabung dengan Jokowi, hal itu sama saja dengan mempermalukan diri sekaligus pemilihnya di Pilpres 2019.
"Prabowo tidak sadari, 68 juta pemilih setidaknya berharap Prabowo menjadi Presiden, atau sekurang-kurangnya sebanyak itu tidak menyukai Jokowi. Jika hari ini, kemudian Prabowo menjual kepercayaan publik dengan kursi kabinet, maka Gerindra terancam ditinggal pemilih," kata Dedi di Jakarta, Jumat 11 Oktober 2019, dikutip dari VIVAnews.
Dalam pandangan Dedi, pemerintah yang terlalu dominan berpotensi melahirkan tirani. Ia pun berharap antara Jokowi dan Prabowo untuk menjaga etika politik demi pemerintahan yang berimbang, pengawasan proporsional, dan kekuasaan tidak dominan hanya satu sisi. Apalagi kondisi saat ini sudah sangat berpihak pada pemerintah, dilihat dari parlemen yang diisi mitra koalisi pemerintah.
Pengajar di Universitas Telkom itu merasa, kalau Prabowo bergabung ke dalam pemerintahan maka akan memperlemah fungsi check and balance di Tanah Air. "Prabowo harus tetap konsisten sebagai oposisi, dalam kondisi apa pun, setidaknya keberadaannya bisa mengimbangi dominasi kubu pemenang," kata Dedi.