Kisah Penari Kupang Dituding PKI: Diperkosa, Diperlakukan Bagai Anjing
- bbc
Sejumlah penyintas yang dituding sebagai anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia mengangkat penyiksaan dan pengalaman pahit yang mereka alami sejak peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Di Nusa Tenggara Timur, setidaknya 800 orang meninggal dalam pembunuhan dalam kejadian lebih dari 50 tahun lalu itu, seperti dilaporkan peneliti James Fox yang dikutip dari buku `Keluar dari Ekstremisme` .
Penelitian yang dilakukan oleh organisasi Jaringan Perempuan Indonesia Timur (JPIT) menyebutkan mereka yang mengalami pengalaman mengerikan -dari perkosaan sampai penyiksaan- berupaya mengatasi apa yang mereka lalui ini melalui doa juga menenun.
Salah satu cara yang sempat dicoba dilakukan adalah pintu rekonsiliasi seperti yang pernah diupayakan oleh Agus Widjojo, yang saat ini adalah Gubernur Lemhanas.
BBC Indonesia bertemu dengan sejumlah penyintas dan berikut kisah mereka.
Peringatan: Artikel ini berisi cerita kekejaman.
Senyum, yang memamerkan gigi-giginya yang merah karena sirih pinang, kerap menghiasi wajah Melki Bureni saat menceritakan tentang cucu-cucunya juga aktivitasnya sehari-hari.
Tuturnya halus, namun jelas, dan pendengarannya masih baik, meski rambut putih telah menghiasi kepala perempuan berusia 71 tahun itu.
Di usianya yang senja, Melki menghabiskan hari-harinya dengan menenun. Dari memintal benang, mewarnai, hingga menenun, ia bisa menghabiskan waktu tiga bulan untuk membuat selembar kain tenun.
Melki mengalami peristiwa yang sangat gelap menyusul gerakan 30 september 1965. Menenun adalah caranya menghadapi peristiwa suram lebih dari setengah abad lalu.
Dituding Gerwani
Sekitar 10 menit perjalanan mobil dari kediaman Melki Bureni di Merbaun, Kupang, terletak sebuah kuburan massal dengan enam orang di dalamnya.