Logo BBC

Masalah Kesehatan Jiwa Meningkat, Tapi Akses Perawatannya Terbatas

Ilustrasi gangguan jiwa.
Ilustrasi gangguan jiwa.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani

Sayangnya, isu kesehatan jiwa masih kurang menjadi perhatian di Indonesia, meski terjadi tren peningkatan masalah tersebut.

Salah satu indikasinya adalah minimnya jumlah dokter ahli kejiwaan.

Di Gunung Kidul, Yogyakarta, misalnya, meski menjadi salah satu daerah dengan angka bunuh tinggi, jumlah dokter spesialis kejiwaan di kabupaten ini dinilai tidak mencukupi.

Sigit Wage Dhaksinarga dari Inti Mata Jiwa, IMAJI, organisasi yang bergerak di bidang kesehatan jiwa dan upaya pencegahan bunuh diri di Yogyakarta dan sekitarnya, mengungkapkan pada realitasnya, gangguan jiwa belum tertangani dengan baik.

Ini dibuktikan dengan belum semua puskesmas, di Gunung Kidul terutama, belum memiliki layanan konseling dan psikolog.

"Gunung Kidul dengan luasan dua per tiga DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) ini hanya memiliki satu dokter spesialis kejiwaan. Menurut kita sangat minim," ungkap Sigit Wage.

Padahal, lanjutnya, merujuk pada prevalensi yang dikeluarkan oleh WHO, 1% populasi memiliki gangguan jiwa. Artinya, dengan jumlah penduduk sekitar 700.000 orang, ada sekitar 7000 orang dengan gangguan jiwa di Gunung Kidul.

Sementara di Provinsi Yogyakarta, saat ini hanya ada tiga rumah sakit yang memiliki layanan psikiatri.

Saat ini, hanya ada 987 dokter ahli jiwa di Indonesia. Jika dibandingkan dengan penduduk Indonesia, ini sama saja satu dokter ahli kejiwaan harus menangani 250.000 penduduk.

Eka Viora dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) mengungkapkan dari jumlah itu, sekitar 60?rada di pulau Jawa, sementara sisanya di luar jawa.

Adapun di Jawa, sebanyak 28% dokter spesialis kejiwaaan terkonsentrasi di Jakarta.