Pesan Siaga Bencana Ada di Kisah Nyi Roro Kidul hingga Syair Kuno
- bbc
Banten: Desa Sindang Laut, batu karang raksasa di Anyer
Hampir satu pekan sebelum Gunung Krakatau meletus pada 1883, matahari tak nampak. Langit terus menerus gelap, seakan gelisah menanti bencana datang.
Saat akhirnya gunung itu meletus, sebuah peristiwa yang disebut sebagai salah satu bencana terdashyat di dunia, air laut pun naik dan menghantam perumahan di sekitarnya.
"Air itu datangnya pelan, enggak cepat, tapi nariknya (saat kembali) cepat. Yang (bikin) rusak itu. Ada yang selamat ada yang enggak. Yang naik ke gunung selamat," ujar Sardamin, warga Carita, Pandeglang, menuturkan apa yang dia dengar dari ayahnya.
Dari ayahnya pula, lelaki berusia 97 tahun itu mengetahui asal usul nama yang disandang kampungnya, yakni Sindang Laut.
"Air laut sindang (mampir) sampai ke musala itu," ujarnya sambil menunjuk masjid yang terletak di samping rumahnya yang berdinding bambu.
Kepada wartawan BBC News Indonesia Callistasia Wijaya, Sardamin mengatakan, ayahnya bercerita bahwa keadaan kampung kacau balau, kerbau-kerbau hanyut, dan orang saling mengklaim tanah milik orang lain, seperti tak ada hukum.
Desa Sindang Laut terletak di daratan tinggi di Carita, sekitar 100 meter di atas permukaan laut, sehingga asal usul nama desa mencerminkan dashyatnya tsunami, atau yang dalam bahasa lokal disebut kelembak, akibat letusan gunung api saat itu. Hingga kini menjadi tempat orang-orang berlari jika terjadi gempa.
Selain cerita dari mulut ke mulut, bukti tsunami besar dapat dilihat dari keberadaan batu karang raksasa di pinggir jalan dekat mercusuar Anyer.
Di sejumlah tempat lain, juga terdapat batu karang besar, yang menunjukkan kekuatan tsunami yang mampu menghempaskan batu karang ke darat.
Peneliti tsunami Gegar Prasetya menyebut batu-batu itu adalah penanda bagi orang-orang lokal bahwa tsunami pernah mencapai daerah itu. Saat terjadi tsunami tahun 2018, warga berlari menyelamatkan diri menjauhi batu-batu itu.
“Kalau batunya masih terlihat, mereka enggak akan berhenti di situ," ujarnya.
Apa makna kearifan lokal dalam mitigasi bencana?
Peneliti tsunami purba dari LIPI, Eko Yulianto, menilai legenda, mitos atau cerita yang ada di masyarakat bisa diteliti untuk mendapatkan pesan soal siaga bencana.
"Pesan inti itu kita bawa ke konteks masyarakat saat ini secara rasional. Harapannya cerita mitos atau legenda tadi justru bisa digunakan untuk bisa membangun kesadaran masyarakat dan mendorong upaya-upaya pengurangan risiko bencana," ujarnya.
Hal itu penting, kata Eko, karena peristiwa alam adalah fenomena yang selalu berulang. Dengan memahami secara mendalam, masyarakat, kata Eko akan lebih bijaksana mengambil keputusan terkait keselamatan mereka, seperti memilih tempat untuk tinggal.