Cerita Warga Blitar: Anak Selamat Berkat Bantuan Orang Papua di Wamena
- VIVA/Lucky Aditya
VIVA – Banyak warga pendatang di Wamena, Papua meninggalkan daerah itu menuju kampung halamannya usai terjadi kerusuhan beberapa waktu lalu, yang menelan korban jiwa. Mereka memilih meninggalkan Wamena karena takut dan trauma.
Seperti yang dilakukan sejumlah warga asal Jawa Timur (Jatim) yang memilih pulang ke kampung halamannya. Kemarin, Rabu, 2 Oktober 2019, sebanyak 120 warga Jatim yang diangkut pesawat milik TNI Angkatan Udara, C-130 Hercules, mendarat di Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh, Malang.
Pemulangan warga Jatim gelombang pertama, yang terdiri dari 115 orang dewasa dan lima anak-anak itu disambut oleh Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan sejumlah kepala daerah di Jatim. Dari jumlah itu, beberapa warga berasal dari luar Jatim.
Dikutip dari VIVAnews, seorang warga Blitar, Jatim bernama Widodo menceritakan kejadian saat peristiwa berdarah tersebut terjadi di Wamena pada 23 September 2019 lalu.
Saat kerusuhan terjadi, bapak dua anak ini bersama istrinya sedang berbelanja keperluan rumah tangga di pasar. Namun ketika pulang sekitar pukul 09.00 WIT, dia melihat banyak orang berlarian dikejar karena dipukuli massa. Saat itu, sejumlah rumah juga ikut dibakar.
Kondisi tersebut membuat dia dan istri membatalkan niat pulang ke rumah. Mereka memilih melajukan motor yang dikendarainya ke kantor polisi. Kendati demikian, saat tiba di kantor polisi, dia khawatir dengan kondisi kedua anaknya di rumah. Ternyata tetangga Widodo yang asli Papua membantu menyelamatkan buah hatinya.
"Saya khawatir, dengan dua anak saya. Beruntung saat rumah saya mau dibakar, dua anak saya kabur dan lari ke halaman belakang rumah. Di sana ada orang asli Papua dari Biak, dia memanggil anak saya dan menyelamatkan anak saya di dalam rumahnya. Jadi, anak saya lompat pagar," tutur Widodo.
Tetangganya tersebut lalu mengantarkan anaknya ke Polres. Akhirnya Widodo dan istri bertemu dengan anak-anaknya.
Widodo sendiri sudah tinggal di Wamena selama hampir setengah abad atau tepatnya 49 tahun sejak tahun 1970 silam. Dari hasil kerjanya di sana, Widodo memiliki rumah, mobil, dan motor. Namun hasil jerih payahnya selama puluhan tahun itu dibakar massa pada kerusuhan September lalu. Dan hanya dengan pakaian di tubuhnya, dia dan keluarga memilih pulang ke kampung halamannya.
"Ya tinggal ini saja, badan dan pakaian. Lainnya sudah terbakar, mobil, motor dan rumah. Sekarang tidak tahu mau ngapain, semua itu hasil bekerja sejak tahun 1970 di Wamena," ujarnya.
Hubungan baik
Widodo mengaku selama menjadi warga pendatang di Wamena, dia punya hubungan baik dengan warga asli. Bahkan, meski berbeda suku, namun hubungan mereka cukup harmonis. Menurutnya, mereka bisa hidup rukun berdampingan.
Dia menjelaskan bahwa kerusuhan kali ini lebih parah dibanding kerusuhan yang sempat terjadi pada tahun 2000 lalu. Saat itu, tak banyak warga pendatang yang meninggalkan Wamena secara besar-besaran meski peristiwa itu merengut nyawa tujuh orang Papua dan 24 warga pendatang. Dia berharap, semoga segera terjadi kedamaian di tanah Wamena, Papua.
"Tahun 2000 tidak seperti ini. Tapi ini sangat parah, rumah dibakar, banyak pendatang dibunuh, semoga segera damai," ucap Widodo.