Logo timesindonesia

Cerita Ibu Berusia 70 Tahun Raih Gelar Sarjana

Maria Lidwina, wisudawan tertua Unusa menahan tangis saat menerima ucapan selamat dari beberapa rekan Prodi PAUD usai prosesi wisuda di Dyandra Convention Center, Surabaya, Rabu (11/9/2019).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Maria Lidwina, wisudawan tertua Unusa menahan tangis saat menerima ucapan selamat dari beberapa rekan Prodi PAUD usai prosesi wisuda di Dyandra Convention Center, Surabaya, Rabu (11/9/2019).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)
Sumber :
  • timesindonesia

 

Maria Lidwina Endang Suwarni tersenyum menahan tangis saat puluhan jurnalis mengabadikan fotonya. Wanita berusia tujuh puluh tahun tersebut merupakan wisudawan tertua Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa). Edang menjadi sarjana dalam Program Studi Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Unusa, Rabu (11/9/2019).

Umur dan keterbatasan fasilitas bukan kendala untuk meraih gelar sarjana. Maria yang mangaku tidak mahir berkendara, selalu diantar anak sulungnya saat pergi kuliah. Jika anaknya berhalangan, maka tidak ada cara lain selain naik-turun angkota minimal dua kali untuk menuju kampus. 

“Kadang-kadang memang ada teman yang mengajak untuk bersama-sama,” katanya.

Karena itu ia bersyukur setelah ia akan diwisuda, sang anak dipindah bekerja ke luar kota. 

“Saya tidak bisa membayangkan seandainya saya belum selesai kuliah, maka naik-turun angkota akan lebih sering lagi dalam usia yang sudah tak muda lagi,” kata ibu dari tiga anak dan lima cucu ini. Bahkan sang cucu juga akan diwisuda pada November mendatang.

Maria-Lidwina-b.jpg

Semangat Maria untuk melanjutkan kuliah sungguh luar biasa. Meskipun dari segi usia sudah tidak ada lagi yang bisa diharapkan. Terlebih insentif dari Pemkot untuk guru-guru PAUD hanya diperuntukkan bagi mereka yang berusia muda, itu pun ada yang tidak dapat. 

“Tapi saya ingin memberi contoh bahwa tidak ada halangan untuk bisa mencapai gelar sarjana,” kata Maria yang mengaku menerima insentif tiap bulan hanya Rp 50 ribu dari pengelola PAUD di daerahnya, Manukan Kulon, Tandes, Surabaya.

Bagi Maria, apa yang telah dicapainya sekarang merupakan sebuah kebanggaan tersendiri, tapi dirinya tetap harus rendah diri dan tidak boleh sombong. Ia berharap dapat menjadi contoh untuk cucunya yang kini berjumlah lima orang. 

“Cucu pertama saya juga akan diwisuda pada November mendatang. Usia dan fasilitas bukan halangan buat saya, apalagi anak-anak mendorong agar saya bisa menyelesaikan kuliah,” kata anggota tim Penggerak PKK Kelurahan Manukan itu.

Bukti dari sang anak mendorong kuliah adalah uang kuliah yang dibayarkan merupakan bantuan dari ketiga anaknya. 

“Beruntung SPP yang kami bayar memperoleh subsidi dari Unusa terkait program Bunda PAUD, jadi kami tidak terlalu berat dalam membayar,” ungkapnya.

Maria-Lidwina-c.jpg

Jika mengharap bantuan dari PAUD tempat Maria beraktivitas juga tidak mungkin. Ia bersama teman-teman di PAUD lebih menekankan pada kegiatan sosial untuk membantu sesama. 

“Saya tetap berkomitmen untuk memajukan dan tetap setia di PAUD sebagai ladang amalan di dunia,” kata Maria yang juga aktif pada kegiatan sosial di gereja.

Meskipun menempuh kuliah di Unusa, yakni lingkungan pendidikan yang mayoritas muslim, bukan sebuah kendala berarti bagi Maria untuk bersosialisasi. 

“Bagi saya tidak masalah, saya terbiasa berada dalam lingkungan yang berbeda-beda. Saya harus dapat menyesuaikan penampilan kebanyakan warga kampus di Unusa,” kata Maria Lidwina yang sebelum mengajar di PAUD bekerja sebagai karyawan ekspedisi bersama almarhum suaminya.