Anggota Komisi Yudisial: GBHN Bukan Mengembalikan Orde Baru
- Dokumen UPS Tegal
VIVA – Sejumlah partai politik di parlemen mendorong amandemen terbatas UUD NRI 1945 dengan menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara atau GBHN. Salah satu parpol yang mendukung menghidupkan lagi amandemen yaitu PDIP.
Respons berkembang. Ada yang setuju ada yang menolak dengan berbagai alasan. Salah satu suara yang menolak yaitu menghidupkan lagi GBHN artinya kembali ke Orde Baru.
Menanggapi isu tersebut, anggota Komisi Yudisial, Aidul Fitriciada Azhari berpandangan merevitalisasi atau pun mereformulasi GBHN bukan berarti mengembalikan Orde Baru.
Dalam Studium Generale dengan tema 'Urgensi Amandemen UUD NRI 1945 dan Rencana Revitalisasi GBHN bagi Masa Depan Ketatanegaraan RI' di Fakultas Hukum dan Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasakti (UPS) Tegal, Jawa Tengah, 7 September 2019, Aidul mengatakan, saat ini malah GBHN diperlukan, mengingat pembangunan tidak bersinambungan.
Visi pembangunan yang terumuskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) mengikuti visi presiden terpilih dan kondisi tersebut menyebabkan inkoherensi perencanaan pembangunan antara pusat dan daerah. Presiden terpilih punya visi dan misi yang bisa jadi berbeda dengan kepala daerah terpilih.
"Karena Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) harus memuat visi dan misi kepala daerah terpilih. Ini juga tak sesuai dengan sistem ekonomi Pasal 33 ayat 1 UUD 1945," ujarnya dalam Studium Generale yang diikuti oleh mahasiswa S1 dan S2 Ilmu Hukum, para dosen, pejabat struktural, dan Kapolres Kota Tegal.
Baca juga: Mengenal GBHN, Warisan Orde Baru yang Dirindukan
Padahal menurut Aidul, Keputusan MPR Nomor IV.MPR/2014 telah mengamanatkan reformulasi sistem perencanaan pembangunan nasional dengan model GBHN sebagai haluan penyelenggaraan negara.
"Dalam rangka mewujudkan kesatuan sistem perencanaan pembangunan nasional yang berkesinambungan dan terintegrasi dengan sistem perencanaan pembangunan daerah, perlu perumusan kembali perencanaan sistem pembangunan," ujarnya.
Mengingat isu GBHN ini terus bergulir. Aidul mewacanakan dua alternatif yaitu Pertama, GBHN ditetapkan oleh MPR dan dilaksanakan seluruh lembaga negara termasuk presiden terpilih.
Namun dalam opsi ini, pelaksanaan GBHN didasarkan pada mekanisme checks and balances antarlembaga negara. Dan seluruh lembaga negara melaporkan pelaksanaan GBHN tiap tahun dan secara menyeluruh setiap lima tahun.
"Sedangkan alternatif kedua yaitu GBHN ditetapkan MPR dan dilaksanakan seluruh lembaga negara termasuk Presiden yang dipilih oleh MPR untuk melaksanakan GBHN dalam bidang pemerintahan," ujarnya.
Rencana perubahan terhadap UUD 1945 ini didasari keinginan sejumlah pihak menghadirkan kembali GBHN dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Partai paling getol menyuarakan agenda ini adalah PDIP.
Isu mengembalikan GBHN ini muncul seiring hiruk pikuk perebutan kursi pimpinan MPR. Usulan PDIP ini disambut positif oleh Gerindra. Adapun, Gerindra merupakan salah satu partai yang ngebet mengincar kursi ketua MPR.