Kecemasan Warga Dayak Paser Saat Ibu Kota Pindah ke Kalimantan Timur
- bbc
"Kami ingin daerah kami ramai, tapi bukan berarti kami menderita, hanya menonton."
"Pendatang sudah hidup di tanah kami, kami tidak menikmati kemakmuran, tetap melarat dan bisa lebih melarat kalau ibu kota ada di sini," tuturnya.
Empat desa di calon ibu kota baru yang dihuni warga adat Dayak Paser adalah Desa Sepaku, Semoi Dua, Maridan, dan Mentawir. Sepaku dan Mentawir disebut Sabukdin sebagai perkampungan tertua yang didiami komunitas adatnya.
Sabukdin berkata, selama bertahun-tahun sengketa lahan terjadi di perkampungan adat mereka. Penyebabnya adalah saling klaim lahan adat, transmigrasi, dan sawit.
Tanah yang diklaimnya dimiliki secara turun-temurun semakin sempit dan terkepung desa transmigrasi serta lahan berlabel hak guna usaha (HGU).
Mayoritas warga Dayak Paser saat ini mendapatkan penghasilan dengan menjual hasil kebun, seperti nanas, terong, hingga lombok.
Sebagian kecil dari mereka, terutama para pemuda, bekerja sebagai operator mesin berat di perusahaan sawit.
"Dulu kami bisa mencari binatang buruan, madu, rotan, sirap, damar. Hutan itu tempat hidup kami. Sekarang semua sudah punah karena hutan dibabat habis," ujar Sabukdin.
Setidaknya terdapat tiga korporasi kepala sawit di Kabupaten PPU yang saling silang dengan perkampungan adat Dayak Paser, yaitu PT ITCI Hutani Manunggal, PT ITCI Kartika Utama, dan PT Waru Kaltim Plantation.