Kontroversi Benny Wenda yang Dituding Jadi Provokator Rusuh Papua
- Wikipedia Common
VIVA – Beberapa waktu lalu, kondisi di Papua dan Papua Barat sempat memanas. Sederet unjuk rasa seperti di Jayapura dan Kabupaten Deiyai berakhir ricuh. Aksi tersebut menyebabkan rusaknya berbagai gedung serta fasilitas pabrik. Gedung Majelis Rakyat Papua (MRP), Gedung pelayanan pelanggan TelkomGroup, lembaga pemasyarakatan (lapas) Abepura dan Polsek Jayapura Selatan hingga kawasan Expo, pusat pertokoan PTC, Waena dan Abepura menjadi sasaran amuk warga.
Syukurlah, kondisi di Papua kini sudah kembali kondusif. Fakta-fakta baru pun mulai terkuak, termasuk soal pihak yang berada di balik kerusuhan tersebut. Polri menduga ada keterlibatan pihak asing yang memancing dalam air keruh. Diakui Polri, pihak-pihak yang terlibat dalam kerusuhan telah teridentifikasi.
Ada satu nama tokoh yang kini mencuat, yakni Benny Wenda. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko membenarkan bahwa ada campur tangan Benny dalam kerusuhan Papua. "Ya jelas toh. Jelas Benny Wenda itu (dipimpin Benny Wenda). Dia mobilisasi diplomatik, mobilisasi informasi yang missed, yang enggak benar. Itu yang dia lakukan di Australia,lah di Inggris, lah," kata Moeldoko ditemui di kantornya, Jakarta, Senin 2 September 2019, dikutip dari VIVAnews.
Pria pemimpin gerakan separatis kelahiran Papua, 17 Agustus 1974 itu punya sepak terjang yang cukup panjang, dimulai sejak era Soeharto hingga kini. Berikut kontroversi seputar Benny Wenda, pemimpin Serikat Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP).
Menyusup ke KTHAM
Pemerintah RI dibuat bersitegang dengan Vanuatu akibat ulah Benny di awal tahun ini. Saat itu, Vanuatu menyusupkan Benny Wenda untuk kunjungan kehormatan ke kantor Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia atau KTHAM, 25 Januari 2019.
Menurut keterangan kantor KTHAM, delegasi Vanuatu sengaja menyusupkan Benny Wenda ke rombongan delegasi negaranya tanpa sepengetahuan pihak KTHAM. Padahal, kunjungan delegasi Vanuatu untuk membahas Universal Periodic Review (UPR) di Dewan HAM. Nama Benny Wenda sendiri, tak masuk dalam daftar resmi delegasi Vanuatu untuk pembahasan UPR tersebut.
Pemerintah Indonesia pun mengecam keras tindakan Vanuatu, "Tindakan Vanuatu merupakan tindakan yang sangat tidak terpuji dan sangat tidak sesuai dengan prinsip-prinsip fundamental Piagam PBB," kata Wakil Tetap RI di Jenewa, Hasan Kleib.
Ini bukan kali pertama Benny Wenda disusupkan oleh pihak asing. Benny pernah diselundupkan melintasi perbatasan ke Papua Nugini. Lalu, dia mendapat bantuan dari sekelompok LSM Eropa untuk pergi ke Inggris. Di Inggris, Benny dan istrinya, Maria serta anak mereka mendapat suaka politik dan menetap sejak tahun 2003.
Raih penghargaan dari Inggris
Pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar RI di London melayangkan protes kepada pemerintahan Inggris. Pasalnya, Dewan Kota Oxford memberi penghargaan Oxford Freedom of the City Award kepada Benny Wenda pada 17 Juli lalu.
KBRI London menyebut penghargaan itu "diberikan kepada orang yang salah karena orang tersebut justru merupakan pelaku dan pendukung penggunaan kekerasan dalam mencapai tujuan politiknya".
Lebih jauh, KBRI London menyatakan tindakan Dewan Kota Oxford yang memberi penghargaan kepada Benny Wenda, "kembali melukai perasaan rakyat Indonesia". Pasalnya, Dewan Kota Oxford sebelumnya telah memberi izin pembukaan kantor Free West Papua Campaign yang dikepalai oleh Benny Wenda pada 2013.
Protes pemerintah RI direspons oleh Inggris, "Pemberian award ini menunjukkan ketidakpahaman Dewan Kota Oxford terhadap sepak terjang yang bersangkutan dan kondisi Provinsi Papua dan Papua Barat yang sebenarnya, termasuk pembangunan dan kemajuannya," demikian pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri RI.
Kementerian Luar Negeri Inggris pun menegaskan bahwa keberadaan Benny Wenda di Inggris bukan berarti bahwa pemerintah Inggris mendukung posisinya mengenai kedaulatan Papua.
Klaim menyatukan tiga kelompok bersenjata
Benny Wenda mengklaim berhasil menyatukan tiga kelompok bersenjata, yaitu Tentara Revolusi Papua Barat (TRWP), TNPB/OPM dan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB). "Mereka telah berkomitmen bersatu di bawah komando pimpinan politik ULMWP," kata Benny seperti dikutip dari laman ULMWP.
Tapi pernyataan Benny itu dibantah oleh juru bicara TPNBP/OPM, Sebby Sambom. Menurut Sebby, klaim sepihak itu sebagai propaganda Benny Wenda untuk mencari legitimasi dari TPNPB dan OPM yang tidak mengakui ULMWP. "Mereka cari legitimasi karena kami tidak kompromi.
Masih menurut Sebby, tujuan klaim Benny itu untuk mendapatkan legitimasi untuk berdiplomasi di kancah internasional. Bahkan, ULMWP dikatakan telah menghancurkan persatuan nasional bangsa Papua Barat dan kaum militer," katanya.