Defisit BPJS Kesehatan, Banyak Pengusaha Alkes Belum Dibayar

Produksi Alat Kesehatan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Umarul Faruq

VIVA – Defisit yang dialami oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan bukan hanya berdampak pada pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional. Hal tersebut juga dikhawatirkan akan berdampak pada keterlambatan pembayaran dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes). 

Cek Sekarang! Iuran BPJS Kesehatan Kelas 1, 2, dan 3 Siap Alami Perubahan

"Banyak fasyankes yang masih menunggak pembayaran dengan alasan dana BPJS atau Pusat yang belum cair, termasuk pesanan di tahun 2017-2018. Risiko yang harus ditanggung penyedia alat kesehatan sangat tidak manusiawi,” ujar Ketua Dewan Penasehat Gakeslab DKI Jakarta dan Banten Surya Gunawan Widjaja saat Press Conference Musyawarah Nasional VII bertema 'Gakeslab Menjawab Tantangan Dunia Usaha Alkes dengan Menjadi Profesional Berintegritas' di Jakarta, Kamis, 29 Agustus 2019.

Meski tidak mempunyai besaran tunggakan yang dialami oleh seluruh pengusaha alat kesehatan di Indonesia, namun pihaknya sendiri mengalami kerugian hingga Rp50 miliar pada tahun 2017. Artinya jika ada sekitar 300-400 perusahaan alat kesehatan, tunggakan yang dialami bisa berkali-kali lipat. 

10% Saldo BPJS Ketenagakerjaan Bisa Dicairkan Meski Belum Pensiun, Ini Syaratnya!

Padahal menurut peraturan UU Kesehatan No. 36/2009, penyedia alat kesehatan memiliki kewajiban untuk menyediakan alkes yang aman, bermutu, dan berkinerja. Hal ini tentunya juga akan berdampak secara langsung pada pelayanan pasien di rumah sakit. 

Menanggapi pembayaran alat kesehatan yang tidak tepat waktu, Koordinator Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, SH mengungkapkan pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih terus diancam oleh defisit pembiayaan yang mengakibatkan ekosistem JKN terganggu, salah satunya penyedia alat kesehatan. 

Supervisi Polri dan BPJS Kesehatan, Tingkatkan Kualitas Pelayanan di Fasilitas Kesehatan

“Saat ini, industri alat kesehatan 'tersandera' oleh defisit JKN. Fasyankes, seperti Rumah Sakit (RS), mensyaratkan pembayaran alat kesehatan ketika BPJS Kesehatan telah membayarkan utang klaimnya," kata Timboel. 

Disini Supply Chain Financing (SCF) dapat menjadi solusi, yaitu perbankan memberikan pembiayaan ke RS untuk menjamin operasionalisasi RS, termasuk membayar kewajiban-kewajiban RS kepada pihak ketiga, seperti penyedia alat kesehatan. Untuk memastikan instrumen SCF berjalan dengan baik, tentunya peran Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sangat dibutuhkan agar seluruh perbankan mau mendukung SCF dan memberikan kemudahan proses dan bunga pinjaman kepada RS. 

"Ini juga untuk memastikan agar pembiayaan tersebut teralokasikan dengan baik, BI dan OJK dapat mengatur skema pengalokasian pembiayaan pembayaran kepada pihak ketiga, seperti ke penyedia alat kesehatan.”.   

Lebih jauh Timboel juga mengatakan bahwa penyaluran alat kesehatan yang aman dan berkualitas harus terus menjadi prioritas penyedia alat kesehatan. Jangan hal tersebut menimbulkan praktik yang tidak beretika karena hanya akan menimbulkan masalah hukum apabila alat kesehatan yang disalurkan tidak memenuhi kriteria. 

"Kuncinya adalah meningkatkan daya tawar dengan praktik yang beretika, bukan justru mengesampingkan kualitas alat kesehatan untuk mengkompensasi harga murah. Gakeslab sebagai asosiasi juga harus berbenah diri secara internal demi membangun praktik bisnis yang sehat dan memberikan pelayanan kesehatan yang bermanfaat," kata Timboel. (nsa)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya