Mencari Jejak Pengawal Jenderal Sudirman
- dw
Pada tahun-tahun awal kemerdekaan, tampaknya prosedur alih status tidak terlalu rumit, sehingga mudah saja bagi mereka yang ingin meninggalkan karier militer. Dua orang perwira muda ranking atas lulusan MA Yogya (angkatan pertama), yakni Soebroto dan Kun Suryoatmojo, termasuk yang memilih meninggalkan karier militer. Soebroto masuk fakultas ekonomi pada sebuah universitas di Belanda, dan kemudian dikenal sebagai teknokrat di masa awal Orde Baru, dan beberapa kali menjadi menteri. Sementara Kun Suryoatmojo meniti karier pada sebuah lembaga riset yang sangat bergengsi, yaitu NASA.
Kehendak zaman
Selalu ada yang linier dalam sejarah, apa yang terjadi pada tahun-tahun awal kemerdekaan tersebut, rasanya mirip dengan yang terjadi sekarang, bahwa karier di dunia militer hanyalah salah satu pilihan. Bandingkan dengan masa Orde Baru, begitu kuatnya citra militer, sehingga banyak remaja lulusan SMA, ingin masuk Akmil, atau akademi kedinasan yang lain yang sejenis.
Pada masa Orde Baru, seorang perwira lulusan Akmil, bisa berprofesi apa pun, yang terkadang pada jabatan yang sebenarnya tidak sesuai dengan kompetensinya, selaku lulusan Akmil. Tentu saja hal itu bisa terjadi, karena ada dorongan politik, ketika rezim Soeharto memberi ruang seluas-luasnya bagi perwira.
Oleh karena itu, bagi perwira masa sekarang, harus pandai-pandai pula memanfaatkan waktu luang, untuk menambah pengetahuan. Lebih ideal lagi bila memiliki kompetensi lain, di samping teknis kemiliteran. Sebagai antisipasi seandainya kariernya kurang berkembang di TNI. Mengingat perkembangan di luar lingkungan militer, juga berjalan cepat. Anak muda generasi milenial terkenal sangat cerdas dan kreatif, dan satu yang pasti, tidak lagi terpesona pada karier militer.
Sebagaimana dibahas di atas, ketika pemuda seperti Soebroto, Utoyo Kolopaking, Bambang Sumadio, Nugroho Notosusanto, dan seterusnya, rela meninggalkan karier militernya, dengan mencari alternatif karier di bidang lain, sekaligus memperluas cakrawala. Memang kemudian ada yang masuk kembali ke dunia militer, seperti Nugroho Notosusanto, dengan menjadi Kepala Pusat Sejarah ABRI (sekarang TNI), dengan pangkat Brigjen (tituler). Namun citra Nugroho sebenarnya lebih sebagai intelektual atau konseptor, bukan tipikal tentara operasional yang kita kenal selama ini.
Secara umum bisa dikatakan, sejatinya sebuah profesi memiliki eranya sendiri. Ada masanya profesi sebagai tentara demikian mempesona, dan kemudian memudar, dan bisa jadi kelak bisa pasang kembali. Sebagaimana kehidupan manusia pada umumnya, senantiasa ada pasang-surutnya.