Muhammadiyah Sebut Mbah Moen Tak Kenal Lelah dalam Pergumulan Politik
- VIVA/Lucky Aditya
VIVA – Muhammadiyah menyatakan berduka cita atas wafatnya mustasyar Nahdlatul Ulama, Maimoen Zubair alias Mbah Moen di Mekah, Arab Saudi, Selasa pagi waktu setempat, 6 Agustus 2019.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebut sosok Mbah Moen, merupakan tokoh Islam yang berkiprah panjang dalam perjuangan politik keumatan untuk kebangsaan.
“Beliau sosok yang gigih. Sampai usia lanjut, tidak kenal lelah berkonstribusi dalam pergumulan politik nasional,” kata Haedar dalam keterangan tertulisnya.
Dia menyerukan masyarakat mendoakan, agar Mbah Moen husnulhatimah, sekaligus meneladani keteguhan sikap dan kegigihan perjuangan sang ulama selama hidupnya. “Semoga generasi politik kaum muda dapat meneruskan jejak perjuangan politik nasional yang mengedepankan etika dan ukhuwah."
Mbah Moen wafat dalam usia 90 tahun. Jenazahnya akan disalatkan di Masjidil Haram, lalu disemayamkan di kantor Daerah Kerja Mekah, kantor Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia.
Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, kemungkinan jenazah Mbah Moen dimakamkan di Mekah.
Mbah Moen lahir di Rembang, Jawa Tengah, pada 28 Oktober 1928. Dia merupakan kiai sepuh yang dihormati di Tanah Air, ulama ormas Islam besar NU dan menjabat Mustasyar NU, serta salah satu pendiri PPP.
Almarhum juga pengasuh atau pemimpin Pondok Pesantren Al-Anwar di Serang, Rembang, Jawa Tengah. Kini sudah ada dua pondok karena pada 2008 didirikan Pesantren Al-Anwar 2 di Gondan, Sarang, Rembang.
Dia menimba ilmu di Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, dalam pengasuhan Abdul Karim, Mahrus Ali, dan Marzuki. Setelah lima tahun menimba ilmu, Mbah Moen mendirikan pondoknya di Rembang.
Mbah Moen juga seorang politikus dan pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama tujuh tahun, juga anggota MPR RI selama tiga periode.