SMA Taruna Dilarang Terima Siswa Baru usai Dua Siswa Meninggal
- VIVA/Sadam Maulana (25-06-19)
VIVA – Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru bersikap tegas terhadap SMA Taruna Indonesia Palembang. Pemerintah Provinsi melarang sekolah itu menerima siswa baru pada tahun ajaran 2020-2021 menyusul kematian dua siswa saat pelaksanaan Masa Orientasi Siswa (MOS).
Sanksi berat yang dijatuhkan itu setelah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menginvestigasi dan mengkaji kasus itu bersama Dinas Pendidikan dan Dewan Pendidikan.
"Sanksi ini merupakan hasil dari tim investigasi. Terutama terkait sistem MOS. Maka dari itu kami membuat keputusan memberikan sanksi hukuman tidak boleh menerima siswa baru di tahun ajaran 2020-2021. Saya nyatakan dilarang," kata Deru di Palembang, Selasa, 6 Agustus 2019.
Keputusan itu ditandatangani Herman Deru dan akan disampaikan kepada SMA Taruna Indonesia Palembang. Setelah menjalani masa sanksi satu tahun, sekolah yang beralamat di Jalan Pendidikan, Kelurahan Sukajaya, Kecamatan Sukarame, Palembang, itu bisa kembali mengajukan izin penerimaan siswa baru.
Namun, kata Herman, sebelum diizinkan lagi menerima siswa baru, Pemerintah Provinsi akan mengevaluasi dan menginspeksi penyelenggaraan pendidikan di SMA Taruna Indonesia. Evaluasi untuk memastikan prosedur dan dan syarat lain sudah sesuai aturan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Jika selama setahun SMA Taruna tidak bisa memenuhi persyaratan seperti yang ditetapkan, lembaga pendidikan itu akan tutup dengan sendirinya. Salah satu SOP yang harus diperhatikan adalah fasilitas dari sekolah, seperti luas wilayah, fasilitas ventilasi, dan sebagainya.
Pemerintah Provinsi juga memberikan sanksi lain, yakni SMA Taruna wajib menghapuskan sistem pendidikan semimiliter ke semua siswa. Namun untuk atribut yang sudah digunakan para siswa, masih boleh diberlakukan.
Gubernur memerintahkan Dinas Pendidikan dan Badan Akreditasi untuk meninjau ulang akreditasi SMA Taruna Indonesia Palembang tanpa mengenyampingkan sanksi yang sudah ditetapkan.
"Siswa yang sudah masuk masih tetap bisa belajar, begitu juga dengan tenaga pengajarnya masih bisa menjalani tugas seperti biasa," ujarnya.
Mengenai kasus penganiayaan yang menjerat salah satu tenaga pengajarnya, Herman menyerahkan sepenuhnya kepada polisi. Sebab perkara pidana menjadi ranah penegak hukum, sementara urusan administrasi wewenang instansi pendidikan.
"[Kasus peganiayaan] ini adalah tindakan personal dari salah satu pembimbingnya; sekolah tidak memerintahkan untuk melakukan kekerasan," katanya. (ase)