Jawa akan Kehilangan Hampir Semua Sumber Air 2040, 'Bencana' Terburuk
- bbc
Hujan yang semakin jarang turun juga memengaruhi suplai air penduduk Desa Klepu di Pacitan yang telah terhubung leding, salah satunya Katini.
"Sulit sekali mendapat air bersih di musim kemarau ini. Ada jaringan PDAM tapi airnya tidak keluar," tuturnya.
Katini dan sebagian besar tetangganya kini bergantung pada bantuan air bersih dari pemerintah. Karena bantuan datang tak tentu hari, mereka terpaksa membeli satu tangki air berisi 6000 liter seharga Rp330 ribu.
"Tidak (ada) air, hidup sulit, karena itu kebutuhan yang paling penting. Segala sesuatu butuh air," katanya.
Sementara itu di Jakarta, warga Kecamatan Tambora bernama Mamas kian bergantung pada pedagang air keliling pada musim kemarau ini. Pompa air manual miliknya semakin kepayahan menyedot air tanah dari sumur sedalam 14 meter.
Mamas dan keluarganya adalah bagian dari 40% rumah tangga di Jakarta yang tidak tersambung pipa air bersih.
"Air yang keluar sedikit waktu kemarau, pompa perlu diistirahatkan dulu. Setelah setengah jam, baru air keluar lagi. Mungkin air sudah surut, padahal cukup dalam. Kalau musim hujan, setiap hari ada air," ujarnya.
Apakah krisis air Jawa benar-benar bisa terjadi?
Krisis air terjadi saat kebutuhan atas sumber daya ini lebih tinggi dibandingkan tingkat ketersediaannya, kata peneliti senior di Pusat Geoteknologi LIPI, Rachmat Fajar Lubis.
Persoalannya di Jawa, kata Rachmat, air selalu dipersepsikan sebagai sumber daya terbarukan karena Indonesia mengalami musim hujan setiap tahun.
Padahal, ia menyebut curah hujan Jawa tidak pernah bertambah, bahkan cenderung menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Rachmat, ancaman krisis air di Jawa bisa semakin nyata. Alasannya, perubahan iklim itu diperparah faktor antropogenik: pengambilan air secara besar-besaran untuk rumah tangga dan industri maupun alih fungsi lahan.