RUU Keamanan Siber Dinilai Tidak Perlu Buru-buru Disahkan

Ilustrasi Sidang Paripurna Pemilihan Pimpinan MPR Diskors
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin

VIVA - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (cyber) dinilai belum mendesak. Dalam draf yang termuat, rancangan aturan atas inisiatif dewan itu dianggap terlalu terburu-buru untuk disahkan.

Keamanan Siber Jadi Prioritas

Menurut Ketua Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), Ardi Sutedja, tidak ada urgensi disahkannya undang-undang itu karena sistem siber nasional pun tidak dalam kegentingan.

"Tidak ada kegentingan atau kegawatan nasional hingga RUU itu segera disahkan," ujar Ardi kepada wartawan di Jakarta, Kamis 1 Agustus 2019.

Perlindungan Data juga Harus jadi Perhatian Kabinet Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto

Ardi menyatakan di luar negeri pun mengenai keamanan dan ketahanan siber belum terlalu banyak aturan yang diterapkan. Jika ada, di Eropa dikenal dengan konvensi keamanan siber. Namun cara itu, kata dia, sudah lama ditolak di Indonesia karena alasan kedaulatan.

"Masih ada yang beranggapan bahwa jika kita ikut meratifikasi soal cyber, maka kedaulatan kita akan hilang. Padahal harus disadari bahwa jika sudah soal cyber itu sudah tidak ada batas negara,” ujarnya.

Amin: Masa Depan Keamanan Siber Ada di Sini

Menurut Ardi, jika DPR berkukuh ingin membahas RUU Kamtansiber, mestinya melibatkan banyak pihak dalam pembahasannya. Ia melihat, selama ini Dewan menggunakan pijakan usulan pasal per pasal yang sudah tidak relevan diterapkan pada saat ini.

"Pendalaman itu hanya bisa dilakukan kalau memang semua pemegang kepentingan ya, stakeholder yang ada itu bisa diajak duduk dan ikut diskusi,” kata dia.

Pengamat lain pun, di lain waktu, menyarankan Dewan Perwakilan Rakyat untuk tidak cepat-cepat mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang Keamanan dan Ketahanan Siber. Karena, hingga kini rancangan aturan yang tengah disusun dan menjadi inisiatif dewan itu masih menyisakan persoalan.

"Idealnya, RUU ini dibahas lagi dan jangan buru-buru disahkan, karena semangatnya masih konvensional, tak kekinian. Karena, yang akan menjalani nantinya kan untuk masa depan,” ujar pengamat telekomunikasi Doni Ismanto Darwin dari Indo Telko Forum, Selasa 30 Juli 2019.

Menurutnya, masih banyak hal yang perlu diluruskan dalam draf RUU. Seperti salah satunya, tentang definisi keamanan dan ketahanan siber yang dalam draf sudah beredar di masyarakat. DPR dan pemerintah harus memperjelas definisi kejahatan siber dan ketahanan siber atau dikenal cyber resillience. (ren)

 

Ilustrasi perempuan menggunakan ponsel.

Perempuan Bergerak Lindungi Ruang Digital

Risiko serangan siber bisa terjadi kepada siapa saja, baik itu individu, organisasi, bahkan negara.

img_title
VIVA.co.id
11 November 2024