KPK Periksa Eks Ajudan Mantan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan
- ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
VIVA - Ghani Hakim Ramdhani, mantan ajudan eks Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, diperiksa tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka juga menggeledah ruang kerja Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi Jabar ,Iwa Karniwa, tersangka kasus suap proyek Meikarta Rp1 Miliar.
Ghani, yang diperiksa secara singkat saat penggeledahan, langsung pergi dari ruang kerja Iwa Karniwa. Saat ditanya wartawan, Ghani menerangkan diminta menunjukkan dokumen.
“Tadi diminta bantu tunjukkan dokumen sama petugas KPK. Tapi belum rinci dokumen apa yang diminta, tadi sempat ditanya-tanya juga,” ujar Ghani di Gedung Sate Bandung, Rabu 31 Juli 2019.
Ruang kerja Iwa Karniwa di Gedung Sate digeledah KPK setelah dia jadi tersangka kasus suap terkait perizinan proyek pembangunan Meikarta.
“Sejak 10 Juli 2019 KPK melakukan penyidikan atas dua orang sebagai tersangka, yaitu IK dan BTO," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK Jakarta beberapa waktu lalu.
Iwa ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan Pembahasan Substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun 2017.
Praktik suap itu terungkap berawal saat Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa diduga telah meminta Rp1 miliar dalam proses perizinan proyek Meikarta. Pengembang proyek tersebut pun dikatakan hanya memberi Rp900 juta kepada Iwa melalui Anggota DPRD Kabupaten Bekasi dan Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Waras Wasisto.
Hal itu diungkapkan Waras saat bersaksi dalam sidang kasus suap proyek Meikarta Rp16,1 miliar dengan terdakwa Billy Sindoro di Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung. Waras menuturkan, titipan pertama yaitu terjadi pada Juni 2017 berupa uang tunai sejumlah Rp100 juta dalam tas kecil paper bag yang diserahkan oleh seorang sopir bernama Sulaeman.
“Tiba-tiba masuk lah titipan, titipan pertama diterima oleh staff saya namanya Yahya, prosesnya diterima saya bilang itu pesanan. Nah setelah terima titipan saya laporan, saya tanya ke Pak Iwa,” ungkap Waras, Rabu 6 Februari 2019.
Saat koordinasi dengan Iwa, Waras mengakui diminta Iwa untuk menggunakan uang itu untuk membiayai pembuatan banner untuk kepentingan meningkatkan elektabilitas yang bertepatan dalam proses seleksi bakal cagub di Pilgub Jawa Barat 2018.
“Besoknya ‘Mas dibuat banner’ karena memang wilayah binaan saya dalam konteks kepartaian. Seingat saya sekitar Rp100 juta, kata staff saya karena saya suruh hitung. Setelah itu saya lapor beliau, untuk banner harus diperkuat di wilayah Karawang, Purwakarta, (Kabupaten) Bekasi, Bekasi dan Depok karena memang pada waktu itu di bulan Juni dan juli itu sedang berkompetisi pada kandidat calon gubernur mengejar yang namanya elektabilitas dalam survei,” katanya.
Kemudian, pencairan kedua terjadi awal Juli 2017 dari Sulaeman melalui Ali yang kemudian uang tersebut diterima Yahya. “Pak Leman kembali menelepon saya, ada titipan uang untuk banner akhirnya kami ketemu di tempat kopi, yang kedua sekitar awal Juli 17,” katanya.
Uang kedua, diberikan berupa tunai sejumlah Rp300 juta yang dibungkus kantung kresek yang digunakan untuk biaya pembuatan banner sesuai yang diinginkan Iwa.
“Uang disimpan di kresek, saya suruh hitung isinya kira-kira sekitar Rp300 juta dan itu kembali sesuai pesan dari Pak Iwa untuk membuat banner,” katanya.
Sementara pencairan ketiga yaitu terjadi pada awal Juli. “Yang ketiga, dua minggu setelah itu saudara Leman telepon lagi ada titipan uang dalam tas kecil warna coklat, (saat itu) saya sedang dengan keluarga di Jakarta, Bang Leman telefon Yahya silahkan ditemani,” ujarnya.
Kemudian Leman dan Yahya menunggu Waras di kediamannya di Bekasi untuk menerima titipan uang tunai senilai Rp500 juta.
“Kemudian saya sampai rumah, saudara Leman dan staf saya sudah ada di halaman rumah saya. Saya bilang ‘Yahya tolong uangnya taruh di mobil’ dan saat itu juga saya telepon Iwa Karniwa melalui handphone saya ‘pak ini ada titipan kembali, perintahnya apa?’, ‘antar ke Bandung mas’ kata beliau (Iwa),” katanya.
Lanjut Waras, karena pada saat itu tidak ada agenda ke Bandung, pihaknya meminta staff di DPRD Jawa Barat yaitu Eva Rosiana untuk berangkat ke Bekasi membawa uang tersebut untuk diserahkan kepada Iwa.
“Kemudian saya telepon Pak Iwa ‘tolong diantar ke Bandung mas’, karena saya tidak ada agenda ke Bandung, saya telepon staff yang di DPRD namanya Eva Rosiana, ‘Eva jam 9 kalau bisa sampai Bekasi. Tolong ini antar titipan sesuai perintah beliau,’” ujarnya.
“Jadi dari Bandung jemput ke rumah saya ke Bekasi. Diambil Eva (uang), saya kasih nomor kontak kalau enggak salah dua kontak, satu ajudan Pak Iwa, satu nomor Pak Iwa. Kemudian sore nya Eva lapor ke saya ‘bang titipan sudah diterima’, saya masih ingat, yang terima siapa? ‘Orangnya beliau’,” lanjut Waras.
“’Di mana?’ saya tanya. ‘Di Bank dekat kantor pos Bandung’. Yang terima? Saya enggak tahu, Eva enggak nyebut nama, ‘orangnya beliau’ bahasa Eva ke saya, tidak tahu namanya. Itu kejadian sekitar akhir Juli dan setelah itu saudara Leman tidak pernah menghubungi saya lagi,” katanya. (ren)