Jadi Tersangka Proyek Meikarta, Rumah Sekda Jabar Sepi

Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa (batik biru)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA - Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Iwa Karniwa, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap proyek Meikarta senilai Rp900 juta. Usai penetapan tersangka, rumah dinas Iwa Karniwa, Ariajipang Nomor 2, Kota Bandung, tampak sepi.

Namun perlahan mobil pejabat Pemerintah Provinsi Jawa Barat mulai berdatangan. Salah satu pejabat yang terpantau yaitu Asisten Administrasi Dudi Sudrajat Abdurachim.

Saat dihampiri awak media, Dudi tampak santai menanggapi pernyataan wartawan. Dalam keterangan singkatnya, saat ini belum ada arahan kepada Iwa Karniwa mengenai tindaklanjut Pemprov Jawa Barat.

“Belum ada (arahan),” ujar Dudi di depan gerbang rumah dinas Iwa Karniwa, Senin, 29 Juli 2019.

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa sebagai tersangka kasus suap terkait perizinan proyek pembangunan Meikarta.

“Pada dua perkara sebagaimana dijelaskan di atas, sejak 10 Juli 2019 KPK melakukan penyidikan dengan dua orang sebagai tersangka yaitu IK dan BTO," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta.

Iwa ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap terkait dengan Pembahasan Substansi Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail tata Ruang Kabupaten Bekasi Tahun 2017.

Praktik suap itu terungkap berawal saat Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa diduga telah meminta Rp1 miliar dalam proses perizinan proyek Meikarta. Pengembang proyek tersebut pun dikatakan hanya memberi Rp900 juta kepada Iwa melalui anggota DPRD Kabupaten Bekasi dan anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Waras Wasisto.

Meikarta Sudah Serahkan 2.000 Unit ke Konsumen Sampai Akhir 2020

Hal itu diungkapkan Waras saat bersaksi dalam sidang kasus suap proyek Meikarta Rp16,1 miliar dengan terdakwa Billy Sindoro di Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung. Waras menuturkan titipan pertama yaitu terjadi pada Juni 2017 berupa uang tunai sejumlah Rp100 juta dalam tas kecil paper bag yang diserahkan oleh seorang sopir bernama Sulaeman.

“Tiba-tiba masuklah titipan, titipan pertama diterima oleh staf saya namanya Yahya, prosesnya diterima saya bilang itu pesanan. Nah setelah terima titipan saya laporan, saya tanya ke Pak Iwa,” kata Waras, Rabu, 6 Februari 2019.

Mayoritas Kreditur Meikarta Setujui Restrukturisasi

Saat koordinasi dengan Iwa, Waras mengakui diminta Iwa untuk menggunakan uang itu untuk membiayai pembuatan banner untuk kepentingan meningkatkan elektabilitas yang bertepatan dalam proses seleksi bakal cagub di Pilgub Jawa Barat 2018.

“Besoknya ‘Mas dibuat banner’ karena memang wilayah binaan saya dalam konteks kepartaian. Seingat saya sekitar Rp100 juta, kata staf saya karena saya suruh hitung. Setelah itu saya lapor beliau, untuk banner harus diperkuat di wilayah Karawang, Purwakarta, (Kabupaten) Bekasi, Bekasi dan Depok karena memang pada waktu itu di bulan Juni dan Juli itu sedang berkompetisi pada kandidat calon gubernur mengejar yang namanya elektabilitas dalam survei,” katanya.

Soal PKPU Meikarta, Lippo Cikarang Siapkan Proposal Perdamaian 

Kemudian, pencairan kedua terjadi awal Juli 2017 dari Sulaeman melalui Ali yang kemudian uang tersebut diterima Yahya. “Pak Leman kembali menelepon saya, ada titipan uang untuk banner akhirnya kami ketemu di tempat kopi, yang kedua sekitar awal Juli 17,” katanya.

Uang kedua, diberikan berupa tunai sejumlah Rp300 juta yang dibungkus kantung kresek yang digunakan untuk biaya pembuatan banner sesuai yang diinginkan Iwa.

“Uang disimpan di kresek, saya suruh hitung isinya kira-kira sekitar Rp300 juta dan itu kembali sesuai pesan dari Pak Iwa untuk membuat banner,” katanya.

Sementara, pencairan ketiga yaitu terjadi pada awal Juli. “Yang ketiga, dua minggu setelah itu saudara Leman telepon lagi ada titipan uang dalam tas kecil warna cokelat, (saat itu) saya sedang dengan keluarga di Jakarta, Bang Leman telepon Yahya silakan ditemani,” ujarnya.

Kemudian, Leman dan Yahya menunggu Waras di kediamannya di Bekasi untuk menerima titipan uang tunai senilai Rp500 juta. “Kemudian saya sampai rumah, saudara Leman dan staf saya sudah ada di halaman rumah saya. Saya bilang ‘Yahya tolong uangnya taruh di mobil’ dan saat itu juga saya telepon Iwa Karniwa melalui handphone saya ‘pak ini ada titipan kembali, perintahnya apa?’, ‘antar ke Bandung mas’ kata beliau (Iwa),” katanya.

Lanjut Waras, karena pada saat itu tidak ada agenda ke Bandung, pihaknya meminta staf di DPRD Jawa Barat yaitu Eva Rosiana untuk berangkat ke Bekasi membawa uang tersebut untuk diserahkan kepada Iwa.

“Kemudian saya telepon Pak Iwa ‘tolong diantar ke Bandung mas’, karena saya tidak ada agenda ke Bandung, saya telepon staf yang di DPRD namanya Eva Rosiana, ‘Eva ?jam 9? kalau bisa sampai Bekasi. Tolong ini antar titipan sesuai perintah beliau’,” ujarnya.

“Jadi dari Bandung jemput ke rumah saya ke Bekasi. Diambil Eva (uang), saya kasih nomor kontak kalau enggak salah dua kontak, satu ajudan Pak Iwa, satu nomor Pak Iwa. Kemudian sorenya Eva lapor ke saya ‘bang titipan sudah diterima’, saya masih ingat, yang terima siapa? ‘Orangnya beliau’,” ungkap Waras.

“’Di mana?’ saya tanya, ‘Di Bank dekat kantor pos Bandung’. Yang terima? Saya enggak tahu, Eva enggak nyebut nama, ‘orangnya beliau’ bahasa Eva ke saya, tidak tahu namanya. Itu kejadian sekitar akhir Juli dan setelah itu saudara Leman tidak pernah menghubungi saya lagi,” katanya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya