Komisi III DPR Setuju Jokowi Beri Amnesti ke Baiq Nuril
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
VIVA – Komisi III DPR secara aklamasi setuju Presiden Joko Widodo memberikan amnesti kepada Baiq Nuril. Ketua Komisi III DPR, Aziz Syamsuddin mengatakan, pengambilan keputusan ini diambil berdasarkan kesepakatan enam fraksi yang hadir di antaranya PDIP, PKS, Demokrat, PAN, Golkar, dan Gerindra.
"Komisi III DPR RI telah melakukan pleno dan Alhamdulillah pada saudari Nuril telah diputus dan diberi pandangan dari 10 fraksi dan dihadiri 6 fraksi secara aklamasi dapat memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk dapat diberikan amnesti kepada saudari Nuril," kata Aziz usai pleno Komisi III DPR, di Jakarta, Rabu 24 Juli 2019.
Ia menambahkan, keputusan ini akan segera dibawa ke dalam Paripurna DPR, Kamis, 25 Juli 2019. Lalu, malam ini akan dilaksanakan rapat Badan Musyawarah sebagai tindak lanjut keputusan pleno Komisi III DPR.
"Kami akan segera memasukkan surat dalam Bamus di jam 19.30 dan besok mudah-mudahan bisa dibacakan di Paripurna hasil pleno Komisi III DPR RI yang telah kami ambil keputusannya untuk dapat memberikan persetujuan pemberi amnesti pada saudari Nuril dalam hal terkait amnesti," ujar Aziz.
Keputusan ini diambil setelah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Laoly, memberikan keterangan soal permohonan amnesti Nuril. Yasonna menjelaskan, saat ini memang masih ada pandangan klasik amnesti hanya dapat diberikan pada orang yang melakukan perbuatan melawan hukum yang terkait persoalan politik.
"Dalam dua kali FGD yang dilakukan bersama para penggiat hukum, praktisi dan akademisi menyimpulkan bahwa amnesti juga dapat diberikan pada orang perseorangan yang mengalami permasalahan hukum seperti Baiq Nuril," kata Yasonna pada kesempatan yang sama.
Ia menyebut dalam pembahasan amendemen pertama UUD 1945 pasal 14 ayat 2 tidak ditemukan kalimat yang dimaknai amnesti hanya diberikan pada mereka yang terkait permasalahan politik. Dalam konteks Nuril, kasus ini menimbulkan simpati dan solidaritas yang luas di masyarakat baik nasional maupun internasional.
"Padahal, sesungguhnya perbuatan yang dilakukan yang bersangkutan semata-mata untuk melindungi kehormatan dan harkat martabat sebagai seorang perempuan, seorang ibu dan seorang istri," kata Yasonna.