Pernikahan Usia Anak di Sulsel: 'Berikan Ijazah, Jangan Buku Nikah'
- bbc
"Pas melahirkan, air ketubannya habis, jadi anak saya meninggal. Anak pertama," tuturnya pilu.
Akibat kejadian itu, Darma lantas melahirkan anak kedua dan ketiganya melalui operasi sesar.
Ada juga masa ketika Darma merasa bahwa beban ekonomi yang dipikulnya kini akibat ia putus sekolah. Selepas SD dulu, ia tak melanjutkan pendidikannya dan langsung mengemban peran sebagai istri dan ibu muda.
"Andaikan saya (lanjut) sekolah, ini mungkin tidak begini pekerjaan saya," imbuhnya.
"Kalau lihat sepupu-sepupu yang ilmunya tinggi biasa juga timbul penyesalan."
Perasaan yang sama muncul setiap kali Darma tidak bisa membantu anak-anaknya mengerjakan pekerjaan rumah.
"Terkadang juga anak ada pelajarannya, biasa timbul juga rasa `aduh, andaikan mama ini pintar, Nak," ujarnya, "karena (Mama) tidak ada ilmunya."
Penolakan Tuti yang tak mau kehilangan masa remaja
"Kalau mau, Ibu saja yang duduk dengan laki-laki itu di pelaminan." Kalimat itu terlontar dari bibir Tuti (nama disamarkan) kepada sang Ibu.
Ia harus mengumpulkan keberanian dalam dirinya untuk akhirnya menolak lamaran yang dilayangkan seorang pria tak dikenal kepada orang tuanya.
"(Saya) masih ingin menikmati masa remaja, masih ingin sekolah," ujar Tuti menceritakan kejadian yang dialaminya tahun 2016 itu kepada BBC News Indonesia, Kamis (18/07), di rumah panggung tempat tinggal kedua orang tuanya di Pulau Kulambing, Desa Mattiro Uleng.
Tuti adalah salah satu dari sekian gadis di desanya yang `selamat` dari ikatan perkawinan anak.
Kabar lamaran itu, aku Tuti, datang bak petir di siang bolong. Ibunya, Yati (nama disamarkan), yang memberitahu kabar tersebut kepada anak sulungnya itu. Kala itu, Tuti masih duduk di kelas dua sekolah menengah atas, baru 17 tahun.