Pernikahan Usia Anak di Sulsel: 'Berikan Ijazah, Jangan Buku Nikah'
- bbc
Pernikahan di bawah umur merenggut cita-cita dan nyawa anak pertama Darma, 15 tahun lalu. Pengalaman Darma itulah yang ingin dihindari Tuti, bukan nama sebenarnya, sehingga ia dengan lantang menolak dinikahkan orang tuanya kala ia masih tergolong anak-anak.
Di sisi lain, Ana, gadis 17 tahun yang identitas aslinya kami samarkan, baru saja melangsungkan pernikahan sebulan lalu gara-gara tidak tahan dengan gosip tetangga. Ia dituduh `lari` dan bermalam dengan kekasihnya sampai membuat kedua pihak keluarga malu dan merasa perlu menikahkan Ana.
Cerita ketiganya adalah kisah-kisah dari penduduk desa di pulau-pulau kecil yang berada di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, khususnya di Pulau Kulambing dan Pulau Bangko-Bangkoang.
Meski tidak terletak di provinsi dengan prevalensi pernikahan usia anak tertinggi di Indonesia, praktik tersebut lumrah dan secara turun temurun terjadi di sana.
Menikah muda demi menghindari gosip tetangga
26 Juni lalu adalah hari istimewa bagi Ana, bukan nama sebenarnya. Gadis yang saat itu masih duduk di kelas dua sekolah menengah kejuruan itu mengikat janji suci dengan pria yang dipacarinya, Tio, juga bukan nama sebenarnya.
Meski secara hukum telah memenuhi usia minimal untuk menikah bagi perempuan, Ana masih tergolong anak-anak menurut Undang-Undang Perlindungan Anak, karena usianya baru 17 tahun. Adapun sang suami sudah hampir menginjak umurnya yang ke-21.
Keduanya masih tinggal seatap dengan orang tua Ana di Pulau Bangko-Bangkoang, Desa Mattiro Uleng, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, dalam sebuah rumah panggung sederhana tepat di tepi dermaga pulau.
Selagi tinggal di rumah mertua, Tio belum utuh menafkahi istrinya dari pekerjaan serabutan.
Saat BBC News Indonesia mengunjungi mereka pada Kamis (18/07) lalu, Tio tengah mempersiapkan kapal kecil berwarna biru bersama bapak mertuanya di bibir pantai. "Mau belajar melaut, kak."
Tio yang tidak lulus SMP berasal dari `daratan`, istilah yang digunakan penduduk setempat untuk merujuk pada mereka yang tak berasal dari wilayah kepulauan.
"Kami ketemu di acara kawinan sepupunya," ujar Tio sambil sesekali tertawa mengisahkan awal mula pertemuannya dengan Ana. Ia mengaku berpacaran dengan gadis itu selama satu tahun lebih sebelum akhirnya melamar sang kekasih.
Meski demikian, kisah lamaran itu tidak seromantis kedengarannya.