Pemerintah Diminta Perkuat Regulasi Produk Tembakau Alternatif
- ANTARA FOTO/Anis Efizudin
VIVA – Pemerintah diminta memperkuat regulasi yang mengatur tentang produk tembakau alternatif. Tembakau alternatif dinilai sedang berkembang karena berpotensi dapat mengurangi zat kimia berbahaya dalam penggunaannya.
Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Rumadi Ahmad menekankan produk tembakau alternatif mesti disosialisasikan ke publik secara luas. Sosialisasi penting karena sejauh ini di Tanah Air masih minim riset dan penelitian tentang produk tembakau alternatif.
"Produk tembakau alternatif perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak karena memberikan manfaat (kemaslahatan) kepada perokok dewasa," ujar Rumadi, dalam keterangannya, Jumat malam, 19 Juli 2019.
Dia menambahkan produk tembakau alternatif layak memiliki regulasi pendukung karena pengembangan dari inovasi teknologi di industri hasil tembakau (IHT). Kata dia, saat ini, produk tersebut digemari dan berpeluang cukup besar mendorong pertumbuhan industri tembakau.
Dari riset sejumlah negara maju, tembakau alternatif juga disebut bisa mengurangi zat kimia bahaya hingga 90 persen.
“Dalam konteks fikih Islam, mengembangkan ilmu pengetahuan melalui inovasi teknologi yang memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat tentu dianjurkan," jelas Rumadi.
Menurutnya, jika regulasi diperkuat maka potensi industri tembakau alternatif ini makin berkembang. Ia tak menampik salah satu yang diuntungkan nanti bila regulasi diperkuat adalah warga Nahdliyin yang mata pencahariannya menyangkut tembakau.
"Adanya produk tembakau alternatif justru turut membantu dalam menjaga kelangsungan mata pencahariaan warga NU karena bahan dasarnya bergantung pada tembakau,” jelas Rumadi.
Namun, ia menekankan usulan penguatan regulasi ini juga diharapkan mesti bijak dalam aspek penggunaan. Misalnya batas perokok mesti di atas usia 18 tahun. Hal ini untuk mencegah penyalahgunaan oleh generasi muda.
"Kalau dikembangkan butuh regulasi perlindungan yang kuat. Contohnya bagaimana pengaturan penggunaan hanya untuk perokok di atas 18 tahun," tutur Rumadi.
Sementara, cendekiawan NU, Sumanto Al Qurtuby menambahkan selain penguatan regulasi, memang perlu dukungan dalam kajian ilmiah dan riset. Dari regulasi, menurutnya pemerintah saat ini masih menyamakan produk tembakau alternatif dengan rokok konvensional. Padahal, tak bisa disamakan.
Salah satu contoh yang dimaksud dia seperti poduk tembakau alternatif masuk golongan Hasil Produk Tembakau Lainnya (HPTL). Lalu, produk ini dikenakan tarif cukai 57 persen.
“Padahal, produk tembakau alternatif ada perbedaan dibanding rokok konvensional dari sisi potensi risiko kesehatan. Dengan fakta tersebut, seharusnya pemerintah menerapkan regulasi yang berbeda pula," jelasnya.