Grasi ke Neil Bantlemen Sesuai Prosedur dan Jadi Hak Prerogatif Jokowi

Guru JIS, Neil Bantleman (kaos putih), dimasukan ke Lapas Cipinang. Jumat, 26 Februari 2016.
Sumber :
  • Anwar Sadat/ VIVA.co.id

VIVA – Langkah Presiden Joko Widodo yang memberikan grasi atau pengampunan kepada Neil Bantlemen terpidana kasus pencabulan yang juga mantan guru Jakarta International School (JIS) menuai pro dan kontra. Berkat grasi dari Jokowi, Neil sudah bebas dari kurungan penjara.

Tiba di Filipina, Mary Jane Minta Presiden Ferdinand Marcos Jr Berikan Grasi

Ketua Umum Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, Choky Ramadhan ikut menyoroti kebijakan grasi Jokowi ke Neil. Ia menilai grasi merupakan kewenangan prerogatif presiden.

Merujuk Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010, grasi diajukan karena terpidana sudah memperoleh kekuatan hukum tetap. Lalu, putusan kurungan pidana yang minimal paling rendah dua tahun.

Terpidana Teroris Bom Bali Ali Imron Ajukan Grasi ke Presiden Prabowo

"Selama prosedur administratifnya terpenuhi, maka sah saja grasi diberikan. Bagus jika Neil Bantleman dapat (grasi),” ujar Choky, dalam keterangannya, Kamis malam, 18 Juli 2019.

Choky menganalisi dalam kasus terkait pencabulan ini memang ada sisi perlindungan anak dan perlindungan hak terdakwa-terpidana. Keduanya dinilai penting.

Pengacara Ungkap Alasan Terpidana Kasus Pembunuhan Vina dan Eky Cirebon Ajukan Grasi

Namun, ia meyampaikan pandangannya terkait kasus ini karena dinilai ada kejanggalan selama proses hukum. Mulai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada awal 2015 sampai di tingkat Mahkamah Agung ketika para terdakwa termasuk Neil yang tak pernah mengakui tuduhan pencabulan eks murid JIS berinisial M tersebut.

Terkait kebijakan grasi, ia mengatakan kembali Jokowi punya kewenangan prerogatif sebagai kepala eksekutif pemerintahan.

“Presiden Jokowi selaku eksekutif punya segala kewenangan dan sumber daya untuk memastikan,” jelas Choky.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 3 April 2015, memutuskan Neil bersalah dengan hukuman 10 tahun serta denda Rp100 juta subsider 6 bulan penjara. Pengadian Tinggi Jakarta sempat membatalkan putusan PN Jaksel tersebut pada Agustus 2015.

Namun, Neil mesti kembali masuk bui karena Mahkamah Agung (MA) pada Februari 2016, memutusnya bersalah. Hukuman pria asal Kanada itu malah diperberat menjadi 11 tahun.

Baca: Babak Baru Kasus JIS, Orangtua Korban Ajukan Gugatan Perdata

Upaya Neil yang mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (PK) ditolak MA pada September 2017. Selang hampir dua tahun kemudian, grasi pun diberikan ke Neil lewat Kepres 13/G Tahun 2019 yang diteken 19 Juni 2019 lalu.

Mulai 21 Juni 2019, Neil pun sudah bebas dari Lapas Kelas I Cipinang, Jakarta. Total hukuman yang dijalankan Neil lima tahun 1 bulan dari 11 tahun.

Sebelumnya, pihak istana yang disuarakan Kepala Staf Presiden Moeldoko menjelaskan alasan grasi yang diberikan Jokowi kepada Neil. Menurut Moeldoko, grasi tersebut karena persoalan kemanusiaan. Lalu, alasan lain faktor adanya suara publik. Kata dia, Jokowi merespons suara publik.

"Terus yang kedua juga suara publik, Presiden sangat sensitif mendengarkan suara publik," ujar Moeldoko, Senin, 15 Juli 2019.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya