Grasi Neil Bantleman Bertentangan dengan Upaya Perlindungan Anak
- VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA – Neil Bantleman, terpidana kasus kekerasan seksual terhadap anak di Jakarta Internasional School (JIS), telah bebas dari kurungan penjara. Yang bersangkutan dapat menghirup udara bebas setelah mendapat grasi dari Presiden Joko Widodo.
Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fahira Idris menilai, bebasnya Neil Bantleman, yang warga negara Kanada, kontraproduktif terhadap upaya perlindungan anak. Diketahui Niel divonis 11 tahun oleh Mahkamah Agung (MA) pada 2016 lalu karena terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap siswa JIS.Â
Menurut Fahira, pemberian grasi ini menghambarkan ketegasan negara yang menyatakan bahwa kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa setara dengan kejahatan narkoba, terorisme, dan korupsi. Maka dari itu, patut dipertanyakan alasan objektif dan rasional hingga grasi ini diterbitkan oleh Presiden Jokowi. Presiden harus menjelaskan kepada publik secara komprehensif kenapa terpidana kasus pelecehan seksual anak berhak mendapat grasi hingga bebas.
"Memang ini hak Presiden. Tapi publik berhak tahu pertimbangannya pemberian grasi ini apa. Bagi saya pemberian grasi ini kontraproduktif terhadap upaya bangsa ini memerangi kekerasan seksual terhadap anak dengan menjadikannya sebagai kejahatan luar biasa," kata Fahira melalui keterangan resmi yang diterima Senin 15 Juli 2019.
Menurut Fahira, pemberian grasi ini akan menjadi preseden tidak baik, karena dikhawatirkan langkah ini (pengajuan grasi) bakal diikuti oleh terpidana pelaku kekerasan seksual terhadap anak lainnya di Indonesia. Sesuai konstitusi, walau pemberian grasi merupakan kewenangan Presiden, tetapi dalam prosesnya harus memperhatikan pertimbangan MA atau DPR.Â
Oleh karena itu publik berhak tahu pertimbangan seperti apa dan kondisi apa yang melandasi seorang terpidana kasus pelecehan seksual terhadap anak yang divonis 11 tahun berhak mendapat grasi dan bebas. Karena jika pertimbangannya tidak kuat, maka sama saja negara menganggap kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan biasa, dan ini mengingkari komitmen melawan segala bentuk kekerasan terhadap anak.
"Bagaimana jika ada terpidana pelaku kekerasan seksual terhadap anak yang lainnya berbondong-bondong mengajukan grasi? Saya khawatir muncul persepsi, jika yang 11 tahun saja dapat grasi kenapa yang lain tidak. Ini kan preseden tidak baik." [mus]