Alasan MA Tolak PK Baiq Nuril, Rugikan Moril Muslim dan Keluarga
- ANTARA FOTO/Dhimas B. Pratama
VIVA – Mahkamah Agung (MA) menolak Peninjauan Kembali (PK), terpidana perkara pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Baiq Nuril. Dengan putusan tersebut, Nuril tetap dijatuhi hukuman enam bulan kurungan penjara dan denda Rp500 juta.
Dalam putusan yang dilansir melalui websitenya, MA tetap meyakini perbuatan Nuril menyebarluaskan rekaman telepon secara ilegal membuat nama baik orang lain dirugikan.
Sidang PK yang dipimpin ketua majelis hakim agung Suhadi dan dua anggotanya yaitu hakim agung Margono dan Desnayeti menyatakan, Baiq Nuril yaitu merekam pembicaraan dengan atasannya yaitu Haji Muslim, membuat Haji Muslim dan keluarganya mengalami kerugian moril.
Diketahui bahwa rekaman tersebut adalah berisi pengalaman Haji Muslim yang bersetubuh dengan perempuan berinisial L. Hasil rekaman tersebut tersimpan satu tahun hingga diberikan ke Imam Mudawin hingga akhirnya tersebar.
"Hasil rekaman tersebut ditransmisikan/ditransfer ke laptop milik saksi Imam Mudawin dan terbukti kemudian konten yang ditransmisikan/ditransfer tersebut tersebar ke pihak-pihak lainnya sebagaimana telah dipertimbangkan secara jelas dan lengkap oleh judex juris yang mengakibatkan kerugian moril pada saksi korban Haji Muslim dan keluarganya serta keluarga Landriati," ujar majelis dalam putusannya.
Dalam putusannya, MA mengesampingkan hasil digital forensik dari Mabes Polri yang menyatakan CD yang disodorkan Haji Muslim tidak valid lagi. Hal tersebut lantaran Baiq Nuril tidak membantah bukti CD itu dalam proses persidangan.
"Karena sejak awal persidangan di pengadilan tingkat pertama, bukti a quo telah diperlihatkan dan diperdengarkan kepada terpidana (Baiq Nuril) dan tidak ada keberatan dari terpidana (Baiq Nuril) sehingga tidak dapat dibenarkan dan tidak beralasan jika terpidana menyatakan keberatannya sebagaimana termuat dalam memori PK," lanjut majelis hakim.
Majelis PK juga menyatakan putusan Kasasi yang diketok hakim agung Sri Murwahyuni bukanlah suatu kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 ayat 2 huruf C KUHAP.
"Putusan judex juris (kasasi) telah secara jelas dan lengkap serta terperinci mempertimbangkan seluruh fakta hukum yang terungkap di persidangan," kata Suhadi yang juga Ketua Muda MA bidang Pidana itu. [mus]