MA Cabut Gelar Sultan Banten ke 18

Bangunan peninggalan-peninggalan Kesultanan Banten
Sumber :
  • VIVA/Yandi Deslatama

VIVA – Mahkamah Agung (MA) mencabut gelar Sultan Banten ke-18 berdasarkan surat putusan nomor 107 K/Ag/2019. Gelar itu dipegang oleh Ratu Bambang Wisanggeni (BW) sejak tahun 2016. 

Gelar Sultan Banten 18 Dicabut dari Bagus Wisanggeni

Keluarga Kenadziran Kesultanan Banten mengancam akan mempidanakan Ratu BW, jika masih menggunakan gelar Sultan Banten ke-18. "Dengan putusan kasasi ini, jelas gelar Sultan yang dia (BW) sandang itu dicopot atau dibatalkan oleh MA. Kalau dia nanti masih memakai kata Sultan atau Kesultanan Banten maka kami akan melakukan tindakan pidana," kata Tubagus (Tb) Amri Wardhana, kuasa hukum Kenadziran Kesultanan Banten, kepada awak media di Kota Serang, Banten, Kamis, 11 Juli 2019.

Amri mengungkapkan, putusan MA nomor 107 K/Ag/2019, menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Banten, yang membatalkan putusan Pengadilan Agama (PA) Serang. Putusan itu menyebutkan bahwa Ratu BW merupakan keturunan terkuat sekaligus Sultan Banten ke-18 dari Sultan Safiudin, sultan Banten terakhir.
Masih dalam salinan putusan MA, Ratu BW pun diminta membayar uang persidangan sebesar Rp500 ribu.

Masjid dan Vihara Bukti Toleransi Sejak Abad 16 di Banten

Pihak Kesultanan Banten akan mensosialisasikan keputusan MA ke seluruh keraton di nusantara, dan juga institusi pemerintahan.  "Kita akan sosialisasikan ke seluruh pemerintah, instansi dan keraton di nusantara bahwa BW bukanlah Sultan," ujarnya.

Meski gelar Sultan ke-18 dan keturunan terkuat dari Sultan Safiudin dibatalkan oleh MA, Ratu BW mengaku tidak terpengaruh. Dia tetap akan memakai gelar Sultan Banten dalam kehidupan sehari-harinya.

Jadwal Mobil SIM Keliling Jakarta, Bandung, Bekasi, Bogor Senin 2 Desember 2024

Ratu BW pun tidak takut dipidanakan oleh Kenadziran Kesultanan Banten. Lantaran gelar Sultan bukan dalam ranah hukum positif, melainkan gelar yang diberikan oleh masyarakat.

"Kalau MA atau pengadilan, bukan ranahnya memberhentikan Sultan. Artinya mereka tidak ikut campur di urusan nasab ini," kata Ratu Bambang Wisanggeni, melalui sambungan selulernya, Kamis, 11 Juli 2019.

Dia menambahkan, "Dukungan dari ulama, kasepuhan dan lain-lain, ya memang saya ini lah penerusnya. Enggak masalah bagi kita. Nasabnya jelas dan saya akan meneruskan Kesultanan Banten."

Ratu Bambang menuding Kenadziran Kesultanan Banten ketakutan kehilangan uang pengelolaan Masjid Agung Kesultanan Banten hingga makam para Sultan Banten, yang berada di Kelurahan Banten, Kecamatan Kasemen, Kota Serang.

"Mereka takut merebut pengelolaan makam dan lain-lainnya kan. Perjuangan Kesultanan Banten sebagai entitas budaya, Insya Allah akan semakin kuat kami lakukan demi mengangkat marwah Banten khususnya dan Indonesia pada umumnya," ujarnya.

Kisruh gelar Sultan Banten ke-18 bermula di tahun 2016 silam. Saat itu, Pengadilan Agama (PA) Serang mengeluarkan putusan bahwa Ratu Bambang Wisanggeni sebagai pribadi yang memiliki pertalian darah terkuat ke Sultan Syafiudin, Sultan Banten terakhir. Putusan itu berdasarkan putusan nomor  316/Pdt.P/2016/PA.Srg pada 22 September 2016. 

Kemudian Kenadziran Kesultanan Banten mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Banten, hingga keluar putusan bernomor 17/Pdt.G/2018/PTA.Btn, tertanggal 13 Desember 2017, yang membatalkan putusan PA Serang. 

Ratu Bambang Wisanggeni pun banding ke MA pada 03 Mei 2018. Persidangan berjalan lama, hingga keluar putusan pada 12 Februari 2019 nomor 107 K/Ag/2019, yang memperkuat putusan PTA Banten.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya