Jokowi Diminta Evaluasi Kinerja Budi Waseso
- ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
VIVA – Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Misbah mengatakan kinerja Bulog di tangan Budi Waseso cenderung turun. Dia menilai, Buwas hanya fokus penyerapan ke dalam gudang tetapi tidak bisa mendistribusikannya.
"Beras yang sangat banyak dan ada kemungkinan busuk. kalau dihitung-hitung, ada indikasi kerugian negara karena pembelian Bulog menggunakan anggaran APBN," kata Misbah kepada wartawan, Selasa, 9 Juli 2019.
Dia pun sepakat rekomendasi Ombudsman beberapa hari lalu mengkritisi soal penumpukan beras di gudang bulog itu. Misbah melanjutkan, beberapa daerah ada kecenderungan Bulog tutup saat panen raya. Hal itu lantaran tidak mengantisipasi lonjakan hasil panen petani tidak langsung membeli.
"Malah cenderung tutup dan susah dicari," katanya.
Dia pun berharap Jokowi segera mengevaluasi kinerja Buwas. Apalagi, Buwas belum memiliki inovasi bagus terkait dengan penyerapan pangan ke Bulog untuk menimalisir harga di petani dan masyarakat.
"Mereka juga gagal mendistribusikan dan cenderung merugikan yang negara," katanya.
Bebarapa waktu lalu, Perum Bulog bakal melepaskan 50.000 ton Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengatakan, pelepasan beras tersebut dilakukan untuk menghindari beras rusak karena terlalu lama disimpan di gudang.
"Bukan berarti kualitasnya sudah turun, bukan. Kami selalu menjaga dan mengawasi setiap bulan. Kalau yang sudah turun kualitasnya itu langsung kita karantina. Upaya ini dilakukan untuk penyelamatan supaya beras tidak busuk di gudang," kata Budi Waseso.
Bila 50.000 ton beras itu dilepas, kata Budi, hal ini mampu membantu Bulog untuk melakukan penyerapan beras CBP kembali disamping terbatasnya gudang penyimpanan yang hanya mampu menampung 2,7 ton.
Adapun 50.000 ton beras ini akan dilepas sebagai beras komersial. Nantinya, 50.000 ton beras ini akan diganti ke beras baru sebagai CBP kembali.
Untuk diketahui, Bulog selama ini diwajibkan menyerap beras petani dalam jumlah besar. Namun, sejak 2017, pilihan penyaluran beras milik perseroan semakin terbatas, terutama untuk jenis beras medium.
Penyebabnya, kebijakan bansos rastra perlahan digantikan dengan bantuan pangan nontunai (BPNT) oleh pemerintah. (EP)