Tiga Situs di Jombang Bak Kepingan Puzzel Keraton era Majapahit
VIVA – Jombang menjadi perhatian khusus Badan Peninggalan Cagar Budaya (BPCB) Trowulan, Jawa Timur. Dalam waktu yang berdekatan tiga situs besar ditemukan di tiga desa yang letaknya saling berbatasan.
Pertama, di Desa Sugih Waras kemudian di Desa Bulurejo, Kedaton, dan paling baru di Desa Kesamben, Jombang. Situs yang ditemukan tidak sama. Di Sugih Waras dan Kedaton menyerupai dinding bangunan pemukiman kuno. Sedangkan di Kesamben menyerupai sumber mata air yang mengalir ke sebuah pertirtaan.
Situs di Desa Sugih Waras dan Kedaton jaraknya cukup dekat yakni 100 meter. Kemudian ke arah selatan dari dua desa itu ditemukan bangunan mirip dengan kanal atau lorong air di Kesamben. Jarak Kesamben dengan Sugih Waras hanya 3 kilometer.
Jika dilihat dari atas, tiga situs ini mewakili syarat sebuah komplek bangunan kuno. Diperkirakan area tiga situs saat ini lebih besar ketimbang yang ditemukan saat ini. Arkeolog BPCB sepakat menamai area ini sebagai kepingan puzzel yang saling berkaitan satu sama lain.
"Jaraknya di Kesamben ini 3 kilometer dari Sugih Waras dan Kedaton. Posisinya pas di selatan Sugih Waras. Berbatasan dengan Sugih Waras, dari Kesamben utara ke Sugih Waras selatan belum tahu," kata Arkeolog BPCB, Wicaksono Dwi Nugroho, Selasa 2 Juli 2019.
BPCB saat ini sedang melakukan penelitian di area situs. Mencari sumber mata air berada di sebelah mana. Sebab, BPCB meyakini dari tiga temuan situs ini ada sebuah bangunan yang lebih besar menyerupai komplek keraton.
"Apakah ada di utara yang mendekati Sugih Waras apa ke selatan. Ini ada komponen jika kita berbicara bangunan besar khas kerajaan. Seperti di Trowulan ada komponen-komponen bangunan candi, ada pemukimannya ada rumah, ada pertirtaan ada keraton nah unsur-unsur ini coba kita telisik," ujar Wicaksono.
Wicaksono menyakini hal itu, berdasarkan temuan di Sugih Waras dan Kedaton. Disitu ada bangunan semacam dinding-dinding. Dengan orientasi barat dan timur. Jika bangunan itu merupakan pemukiman atau keraton, tiga daerah ini menyerupai sebuah kota pada era kerajaan.
"Apalagi di Desa Bulurejo, nama dusunnya Kedaton. Apakah toponimi ini merujuk pada keraton apa ada keraton di sana? Jika ada keraton tentu ada komponen lain seperti di masa Yogya, misalnya, ada keraton ada taman sari ada Masjid. Apakah di Jombang ini mirip Trowulan penuh komponen penyusun kota, itu yang kita telisik," tutur Wicaksono.
Menurut dia, hasil analisis sementara, dugaan kuat tiga desa ini merupakan sebuah daerah keraton yang cukup besar. Namun, BPCB tak mau gegabah sebab perlu data dan riset lebih dalam. Paling utama adalah mencari benda purbakala, semacam porselin, keramik atau tembikar yang bisa diteliti diproduksi pada tahun berapa dan di era kerajaan apa dibuat.
"Sejauh ini hampir mirip, cuma kita perlu banyak data misalnya kita menemukan porselin kita belum menemukan itu. Misal ada porselin kita bisa melakukan penelitian. Kalau dari batu batanya sendiri dari dimensinya merujuk pada Majapahit," kata Wicaksono.
BPCB mengajak masyarakat di tiga desa untuk aktif melaporkan bila mengetahui informasi temuan purbakala. Informasi itu berkaitan dengan data yang sedang dihimpun.
Dari data-data itulah BPCB bakal menelusuri jejak pemukiman kuno yang ada di daerah setempat. Sehingga teka-teki komplek pemukiman kuno yang telah terpendam dapat diungkap sebagai warisan budaya bangsa.
"Komplek pemukiman kuno itu bisa saja. Tapi dengan temuan ini semoga membuat masyarakat yang mengetahui informasi temuan purbakala melaporkan ke kami, sehingga kami menemukan data baru dan semakin lengkap kami mencari titik sisa dari pemukiman yang areanya cukup luas. Masyarakat harus di edukasi, kemudian masyarakat ikut peduli dan melaporkan ke dinas, atau desa jika itu benar kita data terus sampai puzzel-nya itu semakin lengkap," lanjut Wicaksono. (ren)