Menempa Kemandirian Warga Binaan di Wahana Asimilasi dan Edukasi

Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami di lokasi asimilasi Lapas Tuban, Jawa Timur.
Sumber :
  • Dirjen PAS

VIVA – Direktorat Jenderal Pemasyarakatan mendorong penerapan program revitalisasi pemasyarakatan sebagai pranata sosial yang mampu menyiapkan warga binaan yang mandiri dan tangguh.

Begini Cara Kemenkumham Banten Jaga Keamanan Rutan dan Lapas Selama Nataru

Guna memastikan perkembangan program terus berjalan, Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Sri Puguh Budi Utami, memastikan dengan berkeliling lapas dan rutan.

Dia sengaja datang untuk melihat langsung keberadaan Wahana Asimilasi dan Edukasi (WAE) Merak Urak di Lapas Tuban, Jawa Timur. Berada di atas lahan sekitar 1,5 hektare. Di tempat ini, warga binaan Lapas Tuban dibina dengan berbagai kecakapan. Mulai dari budidaya hewan, pertanian hingga kemampuan di bidang pertukangan.

Agus Ardianto: Ada 113 Napi 'Gembong Narkoba' Dipindahkan ke Nusa Kambangan

"Kami jalin kerja sama, Perhutani memberikan kepercayaan kepada Lapas Tuban untuk mengelola lahan mereka," katanya, Senin 24 Juni 2019.

Disampaikan Sri Puguh, WAE adalah wujud revitalisasi pemasyarakatan dari Lapas Tuban. Karena tidak sedikit warga binaan di lapas yang berpotensi pada bidang pertanian dan perkebunan. Ini akan jadi bekal warga binaan jika sudah bebas.

Penampakan Terpidana Mary Jane Jelang Dipindah Penahanannya ke Filipina

Kepala Lapas Tuban Sugeng Indrawan menambahkan, Wahana Asimilasi dan Edukasi (WAE) Merak Urak dikembangkan dengan prinsip kemandirian. Guna membangun sistem pengairan untuk pengadaan bak penampung (torn) dan sebagainya. Kemandirian juga dilakukan pada tingkat mikro.

“Pada prinsipnya, lapas bukanlah tempat untuk membuat narapidana menderita. Justru dengan konsep revitalisasi pemasyarakatan Ditjenpas, lapas seharusnya menjadi tempat pembinaan untuk menjadikan warga binaan kian mandiri, tangguh dan lebih produktif,” kata Sugeng.

Saat ini di WAE Merak Urak telah dibudidayakan kelinci hias, ayam petelor, ikan lele, berbagai tanaman pertanian, hingga cacing tanah. Menurut Sugeng, budi daya ayam petelor mulai dilakukan sejak Oktober 2018. Dengan awalan 300 ekor ayam.

“Sudah membudidayakan 500 ekor ayam, dengan hasil telur per hari mencapai 22 kilogram,” katanya.

Telur yang dihasilkan kemudian dipasarkan kepada masyarakat setempat. Masyarakat juga banyak yang datang untuk membeli hasil budidaya warga binaan. Pengepul ikan lele kemudian menjual kembali kepada para pedagang pecel lele di wilayah Tuban.

Budi daya lele di WAE ini dilakukan dengan sistem bioflok yang setiap kolamnya dapat memuat 1.500 benih lele. Sementara dalam bidang pertanian, warga binaan menanam  kacang tanah, pepaya California dan aneka palawija. Bibit tanaman yang dimiliki juga disebarkan kepada warga untuk ditanam sendiri.

“Yang penting, kita sama-sama maju dan bisa mengambil manfaat,” kata Sugeng.

Sementara itu, menurut warga binaan bernama Abdul Manan, budidaya cacing tanah atau lumbricus rubellus juga ikut dikembangkan karena harganya cukup tinggi. Cacing tanah berguna untuk kosmetik, bahan obat-obatan dan sarana pertanian dan pakan ternak.

“Semenjak ada wahana ini, warga sekitar juga banyak terbantu. Tak hanya dapat sayur dan tanaman hasil budidaya, mereka juga mendapatkan bekal pendidikan dan pelatihan dan bibit," ujar Asip, pegawai Perhutani yang juga warga setempat.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya