KPK Akan Tempuh Sidang In Absentia Terhadap Sjamsul Nursalim dan Istri
- ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siap menempuh pengadilan secara in absentia terhadap obligor BDNI Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim.Â
Upaya ini dipersiapkan jika Sjamsul dan Itjih yang telah menetap di Singapura tak menunjukan itikad baik untuk koperatif, dalam proses hukum kasus dugaan korupsi penerbitan Surat Keterangan Lunas BLBI yang kini menjerat mereka.
"Jika tidak kooperatif, kami berniat kasus ini disidangkan secara in absentia," kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif kepada awak media, Rabu, 12 Juni 2019.
Dalam proses penyelidikan kasus ini, KPK telah tiga kali melayangkan surat panggilan permintaan keterangan secara patut kepada Sjamsul dan Itjih, yakni pada 8-9 Oktober 2018, 22 Oktober 2018 dan 28 Desember 2018.
Surat panggilan itu dilayangkan ke sejumlah alamat rumah dan perusahaan yang terafiliasi dengan Sjamsul dan Itjih, di Indonesia maupun Singapura dengan bantuan otoritas setempat. Namun, panggilan tersebut tidak ditanggapi oleh Sjamsul dan Itjih.Â
Padahal, kata Laode, panggilan ini merupakan ruang dan kesempatan bagi Itjih dan Sjamsul untuk mengklarifikasi atau bahkan membantah keterlibatan mereka dalam kasus megakorupsi SKL BLBI.
"Kami sudah memberikan panggilan yang wajar berkali-kali, formal dan informal menyampaikan panggilan bukan hanya di kediaman di Indonesia tapi juga kantor perusahaan yang dianggap berafiliasi dengan kedua tersangka," kata Laode.
Setelah menetapkan Sjamsul dan Itjih sebagai tersangka, KPK mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) terhadap pasangan suami istri itu ke empat lokasi berbeda pada 17 Mei 2019. Ketiga lokasi tersebut antara lain berada di Singapura, yakni The Oxley, Cluny Road, dan Head Office of Fiti Tire Pte.Ltd.Â
Sementara satu SPDP lainnya dikirimkan ke lokasi di Indonesia, yakni kediaman Sjamsul di kawasan Simprug, Kebayoran Lama, Jakarta.
Diketahui, pengadilan in absentia merupakan upaya mengadili seseorang dan menghukumnya tanpa dihadiri oleh terdakwa tersebut.Â
Pengadilan in absentia dalam kasus korupsi diatur dalam Pasal 38 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor.Â
Laode menambahkan, pengadilan secara in absentia akan merugikan Sjamsul dan Itjih karena tak miliki kesempatan untuk membela diri.Â
Untuk itu, KPK kembali mengingatkan Sjamsul dan Itjih untuk koperatif. "Saya sekali lagi berpikir sebaiknya kepada yang bersangkutan bisa membela hak-haknya di pengadilan," ujarnya.Â