Amnesty Internasional: Polisi Tak Ungkap Penembak Massa 22 Mei
- ANTARA/Hafidz Mubarak
VIVA – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, penjelasan polisi terkait aksi kekerasan yang terjadi pada 21-22 Mei 2019 kemarin tidak menyeluruh apalagi terkait korban tewas.
“Sangat mengecewakan melihat bahwa alih-alih menunjukkan perkembangan penyidikan tentang sebab musabab korban yang tewas dan pelaku yang harus bertanggung jawab, narasi yang dapat berkembang dari konferensi pers hari ini (Selasa) malah mengarah pada wacana “perusuh vs polisi”,” kata Usman Hamid dalam keterangan pers yang diterima VIVA.
Usman mengakui, kepolisian berada dalam kondisi yang tidak mudah ketika menjadi target penyerangan oleh sekelompok massa setelah aksi damai pada 21 Mei malam.
Hal itu tampak pada adanya banyak petugas kepolisian yang terluka. Meski kepolisian mengakui aksi berlangsung damai, yang luput dari penjelasan polisi adalah menjelaskan ke publik terkait pelaku penembakan yang mengakibatkan korban tewas di warga.
Dia menjelaskan, narasi yang beredar dalam konferensi pers terkesan mengarahkan wacana bahwa semua korban yang tewas adalah perusuh, dan seakan ingin mewajarkan kematian mereka sebagai konsekuensi logis dari tindakan mereka dalam insiden kerusuhan.
"Seharusnya polisi mengungkapkan bukti-bukti yang memadai tentang penyebab kematian mereka terlebih dahulu lalu mengumumkan siapa-siapa yang patut diduga sebagai pelaku penembakan terhadap mereka,” kata Usman.
Usman menambahkan, hal tersebut menyakitkan keluarga korban lantaran tidak ada kejelasan kematian anggota keluarga mereka.
“Ini menyakitkan bagi keluarga korban yang hari ini berharap polisi mengumumkan ke publik siapa yang melakukan penembakan kepada korban, tapi justru mendapat penjelasan sepihak bahwa seakan mereka semua adalah ‘perusuh’. Kami telah menemui sejumlah keluarga korban dan mereka mengungkapkan harapan mereka bahwa pelaku pembunuhan itu ditemukan untuk kemudian dibawa ke pengadilan. Harus ada akuntabilitas atas sembilan kematian tersebut,” ujar Usman.
Hal lain yang luput dari penjelasan kepolisian adalah akuntabilitas atas penggunaan kekuatan berlebihan oleh sejumlah aparat kepolisian dalam aksi tersebut, salah satunya adalah dugaan penyiksaan yang terjadi di Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
“Sama sekali kita tidak mendengar penjelasan terkait insiden dugaan penggunaan kekuatan yang berlebihan tersebut. Anggota Brimob yang melakukan pemukulan dan penganiayaan di Kampung Bali harus diproses hukum secara adil. Komandan Brimob juga perlu dimintai pertanggungjawaban terkait tindakan brutal yang dilakukan oleh anak buahnya,” kata dia.