Beda Visi Integrasi Kawasan Wisata Heritage Kota Semarang
Saat melakukan peninjauan Masjid Menara Kampung Melayu, Minggu (26/5), Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengungkapkan komitmennya untuk menghidupkan kawasan-kawasan heritage di Kota Semarang menjadi area wisata.
Komitmen tersebut diwujudkan dengan mulai melakukan sejumlah kajian guna dapat lebih merawat bangunan-bangunan heritage yang ada. Termasuk dengan mengkaji upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki menara di Masjid Menara Kampung Melayu di kawasan Layur, Kota Semarang.
Upaya tersebut dirasa perlu dilakukan dengan meyakini bahwa wisata heritage di Kota Semarang tak hanya tentang kawasan Eropa yang saat ini sedang dilakukan revitalisasi.
"Selain itu, ada kawasan Kauman, Pekojan, Pecinan, serta Kampung Melayu," jelas Hendi, sapaan akrab Wali Kota. "Kawasan-kawasan ini akan dihidupkan untuk menjadi sebuah kawasan wisata heritage di Kota Semarang yang terintegrasi," tekannya.
Terkait hal itu, semangat Hendi untuk menghidupkan kawasan-kawasan heritage di Kota Semarang menjadi area wisata yang terintegrasi rupanya mendapatkan tanggapan berbeda dari sejumlah pihak.
Salah satunya terkait posisi kawasan-kawasan heritage dalam penataan area wisata secara menyeluruh. Hal tersebut mengingat saat ini Kota Lama sebagai area wisata heritage di Kota Semarang identik dengan Kawasan Eropa yang sedang dilakukan revitalisasi.
Ketika ditanya apakah kawasan seperti Johar dan Alun-Alun Semarang bisa disebut sebagai kawasan pendukung Kota Lama yang sedang direvitalisasi, Hevearita Gunaryanti Rahayu selaku kepala BPK2L mengatakan bisa.
"Bisa, Mas. Sebenarnya kawasan Kota Lama itu ada 4: Kawasan Belanda yang sekarang disebut Kota Lama, Kawasan Melayu, Kawasan Arab, dan Kawasan Pecinan," jelasnya.
Di sisi lain, pakar sejarah Kota Semarang Widya Wijayanti, ketika ditanya apakah kawasan heritage di sekitar Kota Lama bisa disebut sebagai Buffer Zone (Kawasan Penyangga) atau tidak, justru mengutarakan pendapat berbeda.
"Itu mungkin kalau orang berpikir bahwa Kota Lama adalah pusat, maka yang lain adalah pinggiran, yang lain itu berarti Johar, Pecinan, segala itu adalah pinggirannya. Tapi apakah itu betul?" pungkas Widya.
"Kalau Alun-Alun itu kan satu pusat sendiri. Jadi gini, sebetulnya dulu itu VOC yang dilanjutkan oleh Pemerintah Belanda itu membagi pusat Kota Semarang menjadi 3 bagian, masing-masing itu pusat atau malah zone, tapi bukan buffer (penyangga)," tegasnya.
"Itu bukan buffer dong. Masa Kota Lama Londo, terus buffer-nya kita sendiri?" lanjut Widya.