Penyebar Hoax ‘Korban Tembak Polisi’ Ternyata Dokter Sekaligus Dosen

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat Kombes Pol Samudi dalam konferensi pers di Bandung, Selasa, 28 Mei 2019.
Sumber :
  • VIVA/Adi Suparman

VIVA – Pria berinisial DS yang ditangkap polisi karena disangka menyebarkan kabar bohong alias hoax di media sosial dengan judul “Remaja 14 Tahun Korban Tembak Polisi”, ternyata berprofesi sebagai dokter sekaligus dosen. Dia menyebarkan hoax melalui akun Facebook-nya, Dodi Suardi, tentang korban warga sipil dalam aksi 22 Mei 2019 di Jakarta.

Kapolri: Berita Hoax Ancaman Tertinggi di Pilkada 2024

Menurut polisi, DS adalah dokter ahli kebidanan yang bekerja di dua rumah sakit ternama di Kota Bandung, Jawa Barat. Dia juga tercatat sebagai dosen sebuah perguruan di Bandung.

“Seharusnya beliau sebagai dokter dan pengajar membantu pemerintah dalam memberikan edukasi pada masyarakat. Kalau ada berita tidak benar, saring dulu jangan di-share,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat Kombes Pol Samudi dalam konferensi pers di Bandung, Selasa, 28 Mei 2019.

Hati-hati Terjebak Hoax! Kenali Tanda-Tanda Beritanya Palsu

Dalam akun Facebook-nya, DS menulis pernyataan sebagai berikut:

“Malam ini Allah memanggil hamba-hamba yang dikasihinya. Seorang remaja tanggung, mengenakan ikat pinggang berlogo OSIS, diantar ke posko mobil ARMII dalam kondisi bersimbah darah. Saat diletakkan distetcher ambulans, tidak ada respon, nadi pun tidak teraba.

Panduan Lengkap Menggunakan Telemedicine untuk Konsultasi Dokter Online

Tim medis segera melakukan resusitasi. Kondisi sudah sangat berat hingga anak ini syahid dalam perjalanan ke rumah sakit. Tim medis yang menolong tidak kuasa menahan air mata. Kematian anak selalu menyisakan trauma. Tak terbayang perasaan orangtuanya. Korban tembak polisi seorang remaja 14 tahun tewas.”

Polisi menyebut DS mendistribusikan informasi bohong itu melalui Facebook dengan akses terbuka sehingga semua orang dapat melihat atau membaca tulisannya.

DS dijerat pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 serta pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan pasal 207  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara maksimal 10 tahun.

Ketua KPU Mochammad Afifuddin

KPU Gandeng Sejumlah Pihak untuk Cegah Hoaks dan Polarisasi di Pilkada 2024

KPU memantau potensi terjadinya polarisasi yang dapat dipicu oleh isu-isu berbahaya selama Pilkada 2024.

img_title
VIVA.co.id
9 November 2024