Layangan Terakhir Harun Al Rasyid, Bocah Korban Kerusuhan
- VIVA.co.id/ Fajar Ginanjar Mukti
VIVA – Orangtua Harun Al Rasyid, sempat berkeliling untuk mencari anaknya yang sudah satu malam tidak pulang pada hari yang sama saat terjadi kerusuhan di Jakarta. Mereka khawatir, sudah satu malam Harun tidak pulang.
Murni, ibunda Harun Al Rasyid menceritakan, kalau anaknya pada Rabu siang, 22 Mei 2019, memang berperilaku tidak biasanya. Pulang sekolah, dia mampir ke tempat kerja ayahnya dan minta untuk diantar pulang.
"Rabu pulang sekolah, nggak biasa, mampir ke tempat kerja ayahnya, minta dianter pulang. Ayahnya pinjam motor kantor, lalu anterin pulang," kata Murni saat berbincang dengan tvOne, Senin, 27 Mei 2019.
Setelah pulang sekolah, Harun lalu mengganti pakaian dan pamitan kepada ibunya untuk bermain layangan. Dia sempat kembali lagi dan meminta uang untuk membeli kertas guna membuat layangan sendiri.
"Pulang ganti baju, turun lagi. Main layangan di lapangan. Pulang lagi minta uang untuk beli kertas, dia mau bikin layangan. Saya kasih 5 ribu," katanya.
Setelah menerima uang Rp5.000, Harun lantas pergi. Tapi hingga Magrib datang, Harun belum pulang juga. Orangtua masih merasa Harun ada di tempat temannya untuk buka bersama. Tapi sampai sahur datang, Harus juga belum kembali.
"Kamis pagi ayahnya khawatir, saya cari ke tempat temannya. Tapi tidak ada. Ayahnya minta saya cari lagi," katanya.
Pencarian kedua orangtua Harun hingga Magrib tidak ada hasil. Anak kedua mereka belum diketahui keberadaannya.
Salah seorang temannya kemudian memberi tahu kalau mereka sempat ke Slipi dan melihat unjuk rasa. Tapi saat malam hari mereka berpisah. Harun ketika itu tidak mau diajak pulang oleh teman-temannya.
"Katanya datang ke Slipi terus ikut-ikutan. Dia nggak mau diajak pulang," kata Murni.
Baru selepas Magrib, salah satu kakak dari teman Harun yang merupakan relawan medis mendatangi rumah Harun dan meminta orangtuanya untuk mencocokkan data di Rumah Sakit Dharmais.
"Kakak teman sekolah, minta cocokkan foto Harun, katanya ada korban seorang anak umur 14 tahun korban tembak polisi, beritanya seperti itu," kata ayah Harun, Didin Wahyudin.
Didin sempat melihat foto korban di Dharmais itu yang dikirim ke WhatsApp miliknya. Dia kemudian dengan teliti mengamati foto korban itu.
"Saya lihat-lihat kok memang mirip. Seperti Harun dari alisnya, dari matanya. Tapi saya lihat rambutnya agak keriting, jadi nggak mirip Harun. Sudah lah saya pikir itu bukan Harun," katanya.
Tidak berselang lama, ada tim relawan medis yang datang. Mereka meminta orangtua mencocokkan kembali foto korban dengan foto Harun. Relawan ini, kata Didin, adalah tim yang pertama kali menemukan Harun.
"Menemukan Harun di TKP dan diangkat ke ambulans. Dibawa ke Rumah Sakit Dharmais. Mereka tahu semua kondisinya, di sininya (kepala belakang) lembek, ada lubang peluru di tangan kiri, tembus sampai dada. Tembus ke paru-paru, jantung," katanya.
Karena kondisinya memburuk, pada pukul 21.45 WIB, Harun dinyatakan meninggal dunia.
Terkait dengan kejadian ini, Didin telah yakin akan menuntut kepada pemerintah. Dia berharap banyak pihak yang membantu untuk mencari keadilan atas kematian anaknya.
"Ini anak di bawah umur, matinya dengan kejam, dan saya harus menuntut. Tidak ada penjelasan, pulang ke rumah sudah rapih dan diotopsi. Saya hanya lihat wajahnya," katanya.
Sebanyak enam orang purnawirawan TNI berjanji akan membantu Didin untuk mencari keadilan. Mereka menyampaikan akan membantu keluarga saat melakukan takziah di kediaman rumah almarhum Muhammad Harun Al Rasyid.
Salah satu dari mereka adalah eks Kepala Biro Pers dan Media Rumah Tangga Istana Kepresidenan dan purnawirawan perwira TNI, D.J. Nachrowi. Dia akan memberikan dukungan moril terhadap keluarga korban.
Kata dia, Indonesia adalah negara hukum. Maka itu, bila memang ada rencana mengajukan gugatan hukum, dia siap mendukung langkah keluarga Harun. Semoga ini dapat ikut mengungkap misteri kematian Harun.