Tak Direspons China, KPK Minta BPK Hitung Kerugian Kasus RJ Lino
- ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi sampai saat ini belum juga menuntaskan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane atau QCC di PT Pelindo II, yang menjerat RJ Lino.
KPK sudah menetapkan RJ Lino sejak akhir 2015 lalu. Tetapi, penanganan kasus ini seolah jalan di tempat. Bahkan, KPK belum juga menahan RJ Lino hingga sekarang.
Ketua KPK, Agus Rahardjo mengungkap kendala yang dihadapi pihaknya dalam menuntaskan kasus ini. Salah satunya, Mutual Legal Assistance (MLA) yang diajukan KPK tiga tahun lalu tak juga direspons otoritas China.
MLA dengan otoritas China ini diperlukan KPK, untuk menghitung kerugian keuangan negara akibat korupsi yang diduga dilakukan Lino.
"Sebetulnya, masalahnya perhitungan kerugian negara, kita mengalami hambatan, MLA sudah dikeluarkan lebih dari tiga tahun lalu tidak direspons oleh Pemerintah China," kata Agus, Sabtu 25 Mei 2019.
Adapun MLA dengan otoritas China, diperlukan untuk mendapat data harga unit QCC. Sebab, produsennya, yakni perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huangdong Heavy Machinery (HDHM).
Lantaran tak juga mendapat respons positif dari otoritas Tiongkok, KPK menempuh jalan lain untuk menghitung kerugian keuangan negara. Salah satunya, dengan minta bantuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Agus berharap, dengan bantuan BPK, kasus ini dapat segera dituntaskan. "Kami mengambil jalan lain, kita kirim ke BPK. Mudah-mudahan, BPK sudah melakukan perhitungan kerugian negara, karena itu salah satu jalan untuk selesaikan," kata Agus.
KPK pada perkara ini menyangka RJ Lino telah melawan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirut PT Pelindo II untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan atau korporasi dengan memerintahkan penunjukan langsung perusahaan asal Tiongkok, HDHM sebagai pelaksana proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II. (asp)